Toh, tak banyak yang tahu meski kuliah di jurusan arsitektur. Setyo Ma-harso sebetulnya bercita-cita menjadi dosen. Namun, bukan berarti dia tak merasa enjoy sebagai pengembang. "Ini adalah profesi yang memberikan beragam peluang dan kesempatan kerja kepada banyak orang," tutur direktur utama PT Cakra Sarana Persada yang juga ketua umum DPP Real Estat Indonesia (DPP REI) periode 2010-2013 itu kepada wartawati Investor Daily Ely Rahmawati dan pewarta foto Tino Okta-viano di Jakarta, baru-baru ini.
Dengan menjadi orang nomor satu di REI dan perusahaannya, PT Cakra Sarana Persada, Setyo Maharso jelas menanggung amanah yang sangat berat Untunglah, pria kelahiran Semarang, 4 November 1958 ini punya bekal pengalaman yang cukup di bidang organisasi.
"Dalam sebuah organisasi, kita harus berjalan beriringan seperti bangau. Kolektivitas sangat penting, karena sebuah keberhasilan dalam organisasi bukan milik saya sendiri. Ada banyak dukungan dari teman-teman lainnya di belakang," papar suami Poppy ini.
Prinsip kebersamaan memang selalu dipegang teguh dan melekat kuat dalam diri Setyo Maharso. "Sejak dulu saya suka sifat kolektif. Kebersamaan membuat saya belajar ba-nyak hal tentang kehidupan orang lain," ujarnya.
Mungkin, karena itulah, di REI pun, Setyo menjadikan masalah kebersamaan dan kekompakan sebagai prioritasnya. "Menjaga kekompakan dan kolektivitas merupakan salah satu tujuan saya di REI. Kami harus bisa merapatkan barisan untuk bersinergi," tegas dia. Berikut petikan lengkap wawancara tersebut
Bisa cerita perjalanan karier Anda?
Boleh dibilang, perjalanan karier saya cukup panjang dan lama, terutama di bidang wirausaha. Saya kuliah Sl di Universitas Diponegoro (Undip) selama tujuh tahun. Ini terjadi karena pada semester II saya memutuskan untuk bekerja. Pekerjaan pertama saya sebagai seorang mahasiswa jurusan arsitektur adalah konsultan, kemudian memasuki dunia kontraktor. Pada akhir kuliah, saya bercita-cita menjadi dosen, tapi malah terdampar menjadi pengembang. Saya aktif di organisasi, di DPD REI DKI Jakarta, sampai akhirnya diberi amanah menjadi Ketua Umum DPP REL
Apakah itu artinya menjadi pengembang bukan cita-cita Anda?
Ha, ha, ha... Saya sangat senang menjadi pengembang. Itu adalah profesi yang memberikan beragam peluang dan kesempatan kerja kepada banyak orang. Sangat bermanfaat, lebih kreatif tanpa batasan. Dengan melihat latar belakang akademi saja, profesi pengembang sudah menarik buat saya.
Saya menyukai profesi ini antara lain karena pernah bekerja sebagai konsultan dan kontraktor. Kedua pekerjaan tersebut telah memberikan saya khasanah dan pengalaman yang penting dalam menapaki karier sebagai pengembang.
Saya bahkan memperpanjang masa kuliah dari seharusnya lima tahun menjadi tujuh tahun di Undip. Saya lulusan 1985, dan wisuda pada 1986. Semasa sekolah, sejak SMP hingga kuliah pun, saya aktif di organisasi. Itu menjadi bekal saya dalam memimpin REI.
Organisasi apa saja yang pernah Anda tekuni?
Banyak sekali, sejak masa sekolah hingga sekarang. Saya sering menjadi ketua kelas, anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dan sekarang menjadi ketua Ikatan Alumni Undip. Saya lahir dan besar di Semarang, Jawa / Tengah. Sepan- J jang perjalanan j£ berorganisasi.£ banyak tanta- rn ngan, namun bisa diatasi dengan baik. Lepas dari semua itu, banyak manfaat yang saya dapat untuk menambah khasanah dan mematangkan karier di bidang properti.
Bagaimana Anda pertama kali masuk dunia pengembang?
Ini terkait dengan perkenalan saya dengan kakak kelas semasa di SMA Semarang bernama Nugroho Suksmanto. Saat itu, dia menjadi developer di bawah bendera Cakra Group. Saya memulainya dari nol ketika sama-sama di lapangan, hingga menjadi pemegang saham sekaligus sebagai direktur operasional.
Cakra Group telah meluncurkan sederet proyek, antara lain perumahan Jatinegara Baru, Jatinegara Indah, dan rusunami East Park. Setelah itu, kami pun mulai merambah sektor pertambangan dan jasa.
Apa kiat sukses Anda untuk mencapai posisi seperti sekarang?
Untuk menjadi sukses tidak ada kuncinya. Namun, untuk kegagalan ada rumusannya, yaitu kita pasti akan gagal jika berusaha menyenangkan semua orang. Jadilah diri kita apa adanya, Saya tidak bisa melarang orang lain untuk suka atau tidak suka kepada saya. Yang jelas, saya selalu berusaha yang terbaik untuk organisasi yang saya pimpin.
Anda sudah merasa sukses Tidak ada ukuran yang pasti tentang kesuksesan. Bagi saya, yang penting kita melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat, termasuk menjadi kebanggaan keluarga. Bagi pemimpin, dia harus bisa memberikan teladan dan terobosan bagi yang lain.
Hingga kini, saya selalu menjalin relasi baik dengan teman-teman di REI dan organisasi pengembang lain. Itu adalah cara saya untuk menjaga silaturahim dan kolektivitas dalam REI. Saya berusaha memadukan antara bisnis dan organisasi.
Siapa tokoh inspirator Anda?
Ibu saya. Beliau adalah sosok yang begitu tegar dalam membimbing anak-anaknya, sehingga bisa menjadi "orang". Bila sudah berbicara mengenai ibu maka kita sebagai anak tidak akan bisa melupakan jasa-jasanya.
Anda menerapkan model kepemimpinan seperti apa di perusahaan maupun di REI?
Dalam hal kepemimpinan, saya punya filosofi. Saya sering mengandalkan kepemimpinan layaknya se-kumpulan bangau terbang. Para bangau itu terbang dengan tertib secara bersama-sama dengan satu bangau memimpin di depan. Jika sudah lelah, barulah dia akan ke belakang.
Kawanan bangau terbang dalam formasi "V". Saat terbang berkelompok, sayap bangau paling depan mem-berikan daya dukung bagi bangau di belakangnya, sehingga bangau yang terbang di belakang tidak perlu ber-susah-payah menembus dinding udara di depannya. Begitu seterusnya.
Intinya, saya melihat sebuah organisasi harus berjalan beriringan seperti bangau. Saya melihat kolektivitas itu menjadi hal yang penting karena sebuah keberhasilan itu bukan milik saya sendiri, melainkan ada banyak dukungan dari teman-teman lainnya di belakang.
Sejak dulu saya suka sifat kolektif. Kebersamaan membuat saya belajar banyak hal tentang kehidupan orang lain. Ini juga memberikan pengaruh terhadap kepemimpinan saya di REL Setiap orang butuh rumah, itu pasti. Namun, setiap tingkatan kelas sosial membutuhkan rumah dengan jenis dan harga yang berbeda Di REI, sebanyak 70% merupakan pengembang perumahan kelas menengah bawah dan sisanya 30% pengembang kelas atas.
Dengan filosofi itu, bagaimana Anda bertindak?
Menjadi pemimpin itu butuh ketegasan, dan harus punya prinsip dalam hal apa pun. Di luar itu, tetap memperlakukan orang lain sesuai dengan otoritasnya. Ini akan mendorong orang lain bersikap respek terhadap pimpinannya.
Filosofi bangau terbang selalu saya pegang sampai sekarang. Kita berjalan berombongan, tapi selalu ada pimpinannya dalam mencapai tujuan. Saya bisa tegas, bisa kompromi, dan berusaha memberikan penghargaan yang sewajarnya.
Apakah menjadi Ketum REI merupakan salah satu obsesi Anda?
Saya tidak pernah punya obsesi. Dulu, saya sering menjadi ketua kelas karena mendapat amanah dari teman-teman, bahkan aktif di organisasi karena mendapatkan kepercayaan dari pihak lain. Begitu juga di REI, sejak saya berada di DPD REI DKI Jakarta, saya diamanahi rekan-rekan. Saya tidak punya obsesi karena saya merasa mampu, kemudianteman-teman menghendaki saya untuk maju, maka akan saya jalani.
Apa gebrakan Anda di REI?
Saya punya satu tujuan di dalam organisasi REI, yakni adanya kekompakan dan kolektivitas. Alhamdulillah, dalam 15 tahun terakhir, anggota REI saat ini merupakan jumlah terbanyak, mencapai 2.678 anggota. Kami harus bisa merapatkan barisan untuk bersinergi. Misalnya dalam setiap event atau acara apapun selalu dipenuhi oleh para anggota REI. bii artinya, kami bisa menggerakkan para anggota untuk mencintai organisasi dan perasaaan memiliki. Anggota REI juga harus merasa bahwa organisasi ini bermanfaat bagi mereka, dan itu poin kunci dari keorganisasian.
Di luar itu, kami harus bersama-sama menghadapi kendala Salah satu amanah saya dari pimpinan REI sebelumnya adalah mengegolkan aturan properti asing. Saya mencoba dan semua anggota juga berusaha mengerti. Namun, semua itu harus dilakukan tanpa melewati pendapat otoritas yang berwenang, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kita semua tahu, BPN menolak keras asing memiliki hak tanah di Indonesia.
Upaya yang telah Anda tempuh?
Anda bisa lihat sendiri, kamimerfg-gelar event rapat kerja nasional (Rakernas) REI 2011 dan pesertanya penuh. Semuanya merasa memiliki organisasi ini. Itu suatu kebanggaan. Namun, tentu saja kami masih punya banyak PR dalam membangun perumahan di Indonesia. Kami adalah mitra pemerintah dalam mengurangi kekurangan perumahan (backlog) yang sudah mencapai ,13,6 juta unit. Dengan demikian, kami harap regulasi yang ada bisa mendorong percepatan perumahan nasional.
Kami berusaha menggandeng pihak lain dalam industri properti, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, BPN, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Semuanya harus bersinergi.
0 komentar:
Posting Komentar