Marhaban Yaa Ramadhan - Panduan lengkap ramadhan
"Sungguh telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkatan.
Allah telah memfardlukan atas kamu puasanya. Di dalam bulan Ramadhan dibuka
segala pintu surga dan dikunci segala pintu neraka dan dibelenggu seluruh setan.
Padanya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tidak
diberikan kepadanya kebaikan malam itu maka sesungguhnya dia telah dijauhkan dari
kebajikan" (Hr. Ahmad)
Marhaban Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan
agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah swt.
Perjalanan menuju Allah swt itu dilukiskan oleh para ulama salaf sebagai perjalanan
yang banyak ujian dan tentangan. Ada gunung yang harus didaki, itulah nafsu.
Digunung itu ada lereng yang curam, belukar yang hebat, bahkan banyak perompak
yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak dilanjutkan.
Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin
curam dan ganas pula perjalanan.
Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan
saat itu akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat yang
indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga. Dan bila
perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang
musafir bertemu dengan kekasihnya. Untuk sampai pada tujuan tentu diperlukankan
bekal yang cukup. Bekal itu adalah benih-benih kebajikan yang harus kita tabur didalam
jiwa kita. Tekad yang keras dan membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu
menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat dan tadarrus, serta siangnya dengan
ibadah kepada Allah melalui pengabdian untuk agama.
Ikhwati wa akhowati fillaah, Salah satu sifat Allah SWT adalah Ia memiliki irodah
(kehendak), sebagaimana firman-Nya:
"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan (dengan Dia)." (QS Al Qoshosh [28]:68).
Allah memilih sesuatu yang dikehendakiNya. Allah memilih tempat yang
dikehendakiNya. Allah memilih manusia yang dikehendakiNya, pilihanNya sendiri ada
yang menjadi Rasul, pemimpin negara, cendekia, dsb. Allah memilih gua Hiro yang
dikehendakiNya sebagai tempat pertemuan Rasul dan Malaikat Jibril. Allah memilih
Mekkah yang dikehendakiNya sebagai kiblat kaum Muslimin dan memilih pula kota
Madinah sebagai basis pertahanan Rasulullah dalam menyebarkan risalah Ilahi.
Begitu pula halnya dengan bulan-bulan dalam setahun, Allah telah memilih Ramadhan
sebagai bulan yang istimewa, yang namanya disebutkan dalam Al Qur-an.
Firman Allah:
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu,
dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." QS Al Baqoroh [2]:185.
Jika Allah berkehendak, tentu ada suatu maksud tertentu dibalik kehendakNya itu. Allah
mengutus Rasulullah dengan satu maksud, untuk menyampaikan risalah-Nya.
Begitu halnya dengan bulan Ramadhan, sebab Allah tidak akan mengatakan
Ramadhan sebagai bulan istimewa jika tidak ada sesuatu dibalik itu. Baginda
Rasulullah SAW, ketika berada di penghujung bulan Syaban, selalu mengatakan
kepada sahabatnya:
"Telah datang padamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka sambutlah
kedatangannya. Telah datang bulan shiyam membawa segala keberkahan, maka
alangkah mulianya tamu yang datang itu." (HR. Ath Thabrani).
Dalam sabdanya yang lain:
"Sesungguhnya telah datang padamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah
memerintahkan berpuasa di dalamnya. Pada bulan itu, dibukakan segala pintu Surga,
dikunci segala pintu neraka dan dibelenggu syetan-syetan. Di dalamnya ada suatu
malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa yang tidak diberikan kebajikan
malam itu, berarti telah diharamkan baginya segala rupa kebajikan." (HR. An Nasai dan
Al Baihaqi)
Jika kita menengok ke belakang, melihat sirah Rasulullah SAW kita akan melihat
betapa banyaknya kejadian penting terjadi pada bulan Ramadhan, di antaranya:
1. Bulan diturunkannya Al Qur-an.
Firman Allah:
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)."
(QS Al Baqarah [2]:185)
Dalam tafsir Mafatihul Ghaib, berkenaan dengan ayat diatas, Ar Razi berkata: "Allah
telah mengistimewakan bulan Ramadhan dengan jalan menurunkan Al Qur-an.
Karenanya, Allah SWT mengkhususkannya dengan satu ibadah yang sangat besar
nilainya, yakni puasa (shaum). Shaum adalah satu senjata yang mengungkapkan
tabir-tabir yang menghalangi kita manusia memandang nur Ilahi yang Maha
Quddus. Al Qur-an adalah suatu kitab yang tiada bandingannya, pemisah yang haq
dan bathil, berlaku sepanjang masa, dan menjadi pengikat seluruh ummat Islam di
seluruh dunia.
2. Bulan diturunkannya kitab-kitab suci lainnya.
Di bulan ini pula, Allah menurunkan kitab-kitabNya yang lain kepada para Rasul,
sebagaimana diriwayatkan dalam hadits:
"Shuhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat
diturunkan pada 6 Ramadhan dan Injil diturunkan pada 13 Ramadhan sedangkan Al
Qur-an diturunkan pada 24 Ramadhan." (HR. Ahmad)
Itulah keberkahan bulan Ramadhan, bulan turunnya ayat-ayat Qouliyyah, minhajul
hayah bagi keberadaan manusia di muka bumi, penunjuk jalan bagi orang-orang
yang mau mensucikan dirinya.
3. Bulan pilihan Allah bagi terjadinya perang Badar.
Perang pertama yang dilakukan kaum Muslimin, dimana perang ini menjadi penentu
kelangsungan perjuangan dawah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bersama
para sahabatnya. Perang Badr dinamakan Allah dengan sebutan "yaumul furqon"
(hari pembeda antara yang haq dan bathil), sebagaimana firmanNya:
"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan
perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan
kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan,
yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
QS Al Anfal [8]:41.
Muhammad Qutb mengatakan dalam tafsirnya bahwa perang ini dari awal hingga
akhirnya adalah rencana Allah SWT yang dilaksanakan dengan pimpinan dan
bantuanNya. Dimana dalam jalannya pertempuran, Allah SWT memenangkan kaum
Muslimin yang mempunyai personil dan persenjataan minim, ditambah kondisi fisik
kaum Muslimin yang secara lahiriah lebih lemah karena sedang berpuasa, setelah
menerima perintah yang baru beberapa saat diterimanya. Namun itu bukanlah
hambatan untuk menang, karena kekuatan utama kaum Muslimin adalah kekuatan
ruhiyyah mereka dengan keyakinan akan kebenaran janji Allah SWT. Peperangan
ini membuahkan babakan baru dalam sistem gerakan Islam. Perang ini
memperbaharui kondisi ummat Islam, setelah dengan sabar dan tabah menempuh
tahapan-tahapan perjuangan dawah. Lahir tatanan baru dalam kehidupan manusia,
bagi penerapan hak-hak asasi serta sistem dan struktur baru bagi masyarakat dan
negara.
4. Bulan yang dipilih bagi terbukanya kota Mekkah.
Peristiwa "fathul makkah" terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan, sekitar 10000
kaum Muslim mendatangi Makkah dari segala penjuru. Pada saat itulah terjadi
fenomena kemenangan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah manapun,
dimana semua musuh, hingga para pemimpinnya menerima dan mengikuti agama
lawan. Ini tidak terjadi melainkan dalam sejarah Islam. Kemenangan ini hakikatnya
adalah kemenangan akidah, kalimat tauhid dan bukan kemenangan individual atau
balas dendam.
5. Bulan yang dipilih Allah untuk Lailatul Qadar.
Dijelaskan dalam firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu ? Malam kemuliaan itu lebih baik
dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan
sampai terbit fajar." (QS Al Qadr [97]:1-5)
6. Bulan yang dipilih untuk pelaksanaan puasa dan pemindahan qiblat.
Firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. " QS Al Baqarah
[2]: 183.
Bersamaan dengan turunnya ayat perintah berpuasa di bulan Ramadhan,
pemindahan qiblat ummat Islam dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram inipun menjadi
pembeda antara yang haq dan bathil, dimana pada saat sebelumnya orang Yahudi
merasa lebih benar karena puasa mereka dan kiblat mereka diikuti kaum Muslimin.
Namun dengan perintah itu, maka berbedalah kaum Muslimin dengan ahlul kitab.
Berbeda pula kiblat Muslimin dengan mereka, serta puasa Muslimin dengan
mereka. Kecongkakan merekapun berakhir dengan barokah bulan ini.
Keutamaan beramal di bulan ramadhan
1. "Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra: Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. pernah
bersabda: Ketika datang bulan Ramadhan: Sungguh telah datang kepadamu bulan
yang penuh berkat, diwajibkan atas kamu untuk shaum, dalam bulan ini pintu
Jannah dibuka, pintu Neraka ditutup, Setan- Setan dibelenggu. Dalam bulan ini ada
suatu malam yang nilanya sama dengan seribu bulan, maka barangsiapa
diharamkan kebaikannya (tidak beramal baik didalamnya), sungguh telah
diharamkan (tidak mendapat kebaikan di bulan lain seperti di bulan ini)." (HR.
Ahmad, Nasai dan Baihaqy. Hadits Shahih Ligwahairihi).
2. "Diriwayatkan dari Urfujah, ia berkata: Aku berada di tempat Uqbah bin Furqad,
maka masuklah ke tempat kami seorang dari Sahabat Nabi saw. ketika Utbah
melihatnya ia merasa takut padanya, maka ia diam. ia berkata: maka ia
menerangkan tentang shaum Ramadhan ia berkata: Saya telah mendengar
Rasulullah saw bersabda tentang bulan Ramadhan: Di bulan Ramadhan ditutup
seluruh pintu Neraka, dibuka seluruh pintu Jannah, dan dalam bulan ini Setan
dibelenggu. Selanjutnya ia berkata: Dan dalam bulan ini ada malaikat yang selalu
menyeru: Wahai orang yang selalu mencari/ beramal kebaikan bergembiralah anda,
dan wahai orang-orang yang mencari/berbuat kejelekan berhentilah (dari perbuatan
jahat) . Seruan ini terus didengungkan sampai akhir bulan Ramadhan." (Riwayat
Ahmad dan Nasai)
3. "Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: Shalat
Lima waktu, Shalat Jumat sampai Shalat Jumat berikutnya, Shaum Ramadhan
sampai Shaum Ramadhan berikutnya, adalah menutup dosa-dosa (kecil) yang
diperbuat diantara keduanya, bila dosa-dosa besar dijauhi."(H.R.Muslim)
4. "Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah
bersabda: Shaum dan Quran itu memintakan syafa?at seseorang hamba di hari
Kiamat nanti. Shaum berkata: Wahai Rabbku,aku telah mencegah dia memakan
makanan dan menyalurkan syahwatnya di siang hari, maka berilah aku hak untuk
memintakan syafaat baginya. Dan berkata pula AL-Quran: Wahai Rabbku aku telah
mencegah dia tidur di malam hari (karena membacaku), maka berilah aku hak untuk
memintakan syafaat baginya. Maka keduanya diberi hak untuk memmintakan
syafaat." (H.R. Ahmad, Hadits Hasan).
5. "Diriwayatkan dari Sahal bin Saad: Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: bahwa
sesungguhnya bagi Jannah itu ada sebuah pintu yang disebut " Rayyaan". Pada
hari kiamat dikatakan: Dimana orang yang shaum? (untuk masuk Jannah melalui
pintu itu), jika yang terakhir diantara mereka sudah memasuki pintu itu, maka
ditutuplah pintu itu." (HR. Bukhary Muslim).
6. Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa shaum Ramadhan karena beriman dan
ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang (HR.Bukhary
Muslim).
Kesemua Hadits di atas memberi pelajaran kepada kita, tentang keutamaan bulan
Ramadhan dan keutamaan beramal didalamnya, di antaranya:
1. Bulan Ramadhan adalah:
a. Bulan yang penuh Barakah.
b. Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup.
c. Pada bulan ini Setan-Setan dibelenggu.
d. Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal didalamnya lebih baik
daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam LAILATUL QADR.
e. Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang
berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat mashiyat agar menahan diri.
(dalil 1 & 2).
2. Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain:
a. Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat
sampai dengan Ramadhan berikutnya.
b. Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syfaat.
c. Khusus bagi yang shaum disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk
memasuki Jannah. (dalil 3, 4, 5 dan 6).
Ramadhan bagi umat Islam bukan sekedar salah satu nama bulan qomariyah, tapi dia
mempunyai makna tersendiri. Ramadhan bagi seorang muslim adalah rihlah dari
kehidupan materialistis kepada kehidupan ruhiyah, dari kehidupan yang penuh berbagai
masalah keduniaan menuju kehidupan yang penuh tazkiyatus nafs dan riyadhotur
ruhiyah. Kehidupan yang penuh dengan amal taqorrub kepada Allah, mulai dari tilawah
Al-Quran, menahan syahwat dengan shiyam, sujud dalam qiyamul lail, beritikaf di
masjid, dan lain-lain. Semua ini dalam rangka merealisasikan inti ajaran dan hikmah
puasa Ramadhan yaitu: Agar kalian menjadi orang yang bertaqwa. (Al-Baqoroh: 183
dan akhir Al-Hijr)
Ramadhan juga merupakan bulan latihan bagi peningkatan kualitas pribadi seorang
mulism. Hal itu terlihat pada esensi puasa yakni agar manusia selalu dapat
meningkatkan nilainya dihadapan Allah SWT dengan bertaqwa, disamping
melaksanakan amaliyah-amaliyah positif yang ada pada bulan Ramadhan. Diantara
amaliyah-amaliyah Ramadhan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW baik itu
amaliyah ibadah maupun amaliyah ijtijmaiyah adalah sebagai berikut:
Shiyam (puasa)
Amaliyah terpenting selama bulan Ramadhan tentu saja adalah shiyam (puasa),
sebagaimana termaktub dalam firman Allah pada surat al Baqoroh: 183-187. Dan
diantara amaliyah shiyam Ramadhan yang diajarkan oleh Rasulullah ialah:
a. Berwawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui dan menjaga rambu-
rambunya. "Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengetahui rambu-
rambunya dan memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka hal itu akan
menjadi pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya" (HR. Ibnu Hibban
dan Al Baihaqi).
b. Tidak meninggalkan shiyam, walaupun sehari, dengan sengaja tanpa alasan yang
dibenarkan oleh syariat Islam. Rasulullah SAW bersabda bahwa: "Barangsiapa
tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshoh atau
sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus bahkan seandainya ia
berpuasa selama hidup" (HR At Turmudzi).
c. Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai shiyam.
Rasulullah SAW pernah bersabda: " Bukanlah (hakikat) shiyam itu sekedar
meninggalkn makan dan minum, melainkan meninggalkan pekerti sia-sia (tak
bernilai) dan kata-kata bohong" (HR Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah). Rasulullah
juga pernah bersabda bahwa: " Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga
meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktekkannya, maka tidak ada
nilainya bagi Allah apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekedar
meninggalkan makan dan minum " (Hr Bukhori dan Muslim).
d. Bersungguh - sungguh melakukan shiyam dengan menepati aturan-aturannya.
Rasulullah SAW bersabda: " Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh
Iman dan kesungguhan, maka akan diampunkanlah dosa-dosa yang pernah
dilakukan " (HR. Bukhori, Muslim dan Abu Daud).
e. Bersahur, makanan yang berkah (al ghoda al mubarok). Dalam hal ini Rasulullah
pernah bersabda bahwa: " Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan
anda tinggalkan, sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para Malaikat
mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur" (HR. Ahmad). Dan
disunnahkan mengakhirkan waktu makan sahur .
f. Ifthor, berbuka puasa. Rasululah pernah menyampaikan bahwa salah satu indikasi
kebaikan umat manakala mereka mengikuti sunnah dengan mendahulukan ifthor
(berbuka puasa) dan mengakhirkan sahur. Dalam hal berbuka puasa Rasulullah
SAW juga pernah bersabda bahwa: " Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang
paling dicintai olehNya, ialah mereka yang bersegera berbuka puasa. " (HR. Ahmad
dan Tirmidzi). Bahkan beliau mendahulukan ifthor walaupun hanya dengan ruthob
(kurma mengkal), atau tamr (kurma) atau air saja " (HR. Abu Daud dan Ahmad).
g. Berdoa. Sesudah hari itu menyelesaikan ibadah puasa dengan berifthor, Rasulullah
SAW seperti prilaku yang beliau lakukan sesudah menyelesaikan suatu ibadah, dan
sebagai wujud syukur kepada Allah, beliau membaca doa sebagai berikut ;
Rasulullah bahkan mensyariatkan agar orang-orang yang berpuasa banyak
memanjatkan doa, sebab doa mereka akan dikabulkan oleh Allah. Dalam hal ini
beliau pernah bersabda bahwa: " Ada tiga kelompok manusia yang doanya tidak
ditolak oleh Allah. Yang pertama ialah doa orang-rang yang berpuasa sehingga
mereka berbuka" (HR. Ahmad dan Turmudzi).
Tilawah (membaca) al Quran
Ramadhan adalah bulan diturunkannya al Quran. (QS. Al Baqoroh: 185). Pada bulan
ini Malaikat Jibril pernah turun dan menderas al Quran dengan Rasulullah SAW (HR.
Bukhori). Maka tidak aneh kalau Rasulullah SAW (yang selalu menderas al Quran
disepanjang tahun itu) lebih sering menderasnya pada bulan Ramadhan.
Imam az Zuhri pernah berkata: " Apabila datang Ramadhan maka kegiatan utama kita
(selain shiyam) ialah membaca al Quran". Hal ini tentu saja dilakukan dengan tetap
memperhatikan tajwid (kaedah membaca al Quran) dan esensi dasar diturunkannya al
Quran untuk ditadabburi, dipahami dan diamalkan (QS. Shod: 29).
Itham ath thoam (memberikan makanan dan shodaqoh lainnya)
Salah satu amaliyah Ramadhan Rasulullah ialah memberikan ifthor (santapan berbuka
puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Seperti beliau sabdakan: "Barangsiapa
yang memberi ifthor kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala
senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa
tersebut " (HR. Turmudzi dan an Nasai).
Hal memberi makan dan sedekah selama bulan Ramadhan ini bukan hanya untuk
keperluan iftor melainkan juga untuk segala kebajikan, Rasulullah yang dikenal
dermawan dan penuh peduli terhadap nasib umat, pada bulan Ramadhan
kedermawanan dan keperduliannya tampil lebih menonjol, kesigapan beliau dalam hal
ini bahkan dimisalkan sebagai " lebih cepat dari angin " (HR Bukhori).
Memperhatikan kesehatan.
Shaum memang termasuk kategori ibadah mahdhoh (murni), sekalipun demikian agar
nilai maksimal ibadah puasa dapat diraih, Rasulullah justru mencontohkan kepada umat
agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa
peristiwa dibawah ini:
a. Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
b. Berobat seperti dengan berbekam (al hijamah) seperti yang diriwayatkan oleh
Bukhori dan Muslim.
c. Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan oleh Rasulullah SAw
kepada sahabat Abdullah ibnu Masud RA, agar memulai puasa dengan penampilan
baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. AL Haitsami)
Memperhatikan harmoni keluarga
Sekalipun puasa adalah ibadah yang khusus diperuntukkan kepada Allah, yang
memang juga mempunyai nilai khusus dihadapan Allah, tetapi agar hal tersebut diatas
dapat terealisir dengan lebih baik, maka Rasulullah justru mensyariatkan agar selama
berpuasa umat tidak mengabaikan harmoni dan hak-hak keluarga. Seperti yang
diriwayatkan oleh istri-istri beliau, Aisyah dan Ummu Salamah RA, Rasulullah tokoh
yang paling baik untuk keluarga itu, selama bulan Ramadhan tetap selalu memenuhi
hak-hak keluarga beliau. Bahkan ketika Rasulullah berada dalam puncak praktek
ibadah shaum yakni itikaf, harmoni itu tetap terjaga.
Memperhatikan aktivitas dawah dan sosial
Kontradiksi dengan kesan dan perilaku umum tentang berpuasa, Rasulullah SAW justru
menjadikan bulan puasa sebagai bulan penuh amaliyah dan aktivitas positif. Selain
yang telah tergambar seperti tersebut dimuka, beliau juga aktif melakukan dawah,
kegiatan sosial, perjalanan jauh dan jihad. Dalam sembilan kali Ramadhan yang pernah
beliau alami, beliau misalnya melakukan perjalanan ke Badr (tahun 2 H), Mekah (tahun
8 H), dan ke Tabuk (tahun 9 H), mengirimkan 6 sariyah (pasukan jihad yang tidak
secara langsung beliau ikuti/pimpin), melaksanakan perkawinan putrinya (Fathimah)
dengan Ali RA, beliau berkeluarga dengan Hafshoh dan Zainab RA, meruntuhkan
berhala-berhala Arab seperti Lata, Manat dan Suwa, meruntuhkan masjid adh Dhiror,
dll.
Qiyam Ramadhan (sholat tarawih)
Di antara kegiatan ibadah Rasulullah selama bulan Ramadhan ialah ibadah qiyam al
lail, yang belakangan lebih populer disebut sebagai sholat tarowih. Hal demikian ini
beliau lakukan bersama dengan para sahabat beliau. Sekalipun karena kekhawatiran
bila akhirnya sholat tarawih (berjamaah) itu menjadi diwajibkan oleh Allah, Rasulullah
kemudian meninggalkannya. (HR. Bukhori Muslim).
Dalam situasi itu riwayat yang shohih menyebutkan bahwa Rasulullah shalat tarowih
dalam 11 rekaat dengan bacaan-bacaan yang panjang (HR. Bukhori Muslim). Tetapi
ketika kekhawatiran tentang pewajiban sholat tarowih itu tidak ada lagi, kita dapatkan
riwayat-riwayat lain, juga dari Umar ibn al Khothob RA, yang menyebutkan jumlah
rekaat shalat tarowih adalah 21 atau 23 rekaat. (HR. Abdur Razaq dan al Baihaqi).
Mensikapi perbedaan rekaat ini bagus juga bila kita cermati pendapat dan kajian dari
Ibnu hajar al Asqolani asy Syafii, seorang tokoh yang juga dijuluki sebagai amirul
muminin fi hadits, beliau menyampaikan bahwa: Beberapa informasi tentang jumlah
rekaat tarowih itu menyiratkan ragam sholat sesuai dengan keadaan dan kemampuan
masing-masing, kadang ia mampu melaksanakan shalat dalam 11 rekaat, kadang 21
dan terkadang 23 rekaat pula. Hal demikian itu kembali juga semangat dan antusiasme
masing-masing. Dahulu mereka yang sholat dengan 11 rekaat itu dilakukan dengan
bacaan yang panjang sehingga mereka bertelekan diatas tongkat penyangga,
sementara mereka yang sholat dengan 21 atau 23 rekaat mereka membaca bacaan-
bacaan yang pendek (dengan tetap memperhatikan thomaninah sholat) sehingga tidak
menyulitkan.
Itikaf.
Diantara amaliyah sunnah yang selalu dilakukan oleh Rasulullah SAw dalam bulan
Ramadhan ialah itikaf, yakni berdiam diri di dalam masjid dengan niat beribadah
kepada Allah. Seperti dilaporkan oleh Abu Said al Khudlri RA, hal demikiam ini pernah
beliau lakukan pada awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan dan terutama pada 10
hari terakhir bulan Ramadhan. Ibadah yang demikian penting ini sering dianggap berat
sehingga ditinggalkan oleh orang-orang Islam, maka tidak aneh kalau Imam az Zuhri
berkomentar ; Aneh benar keadaan orang Islam, mereka meninggalkan ibadah itikaf,
padahal Rasulullah SAW tak pernah meninggalkannya semenjak beliau datang ke
madinah sehingga wafatnya disana.
Lailat al Qodr
Selama bulan Ramadhan ini terdapat satu malam yang sangat berkah, yang populer
disebut sebagai lailat al Qodr, malam yang lebih berharga dari seribu bulan (QS. Al
Qodr: 1-5). Rasululah tidak pernah melewatkan kesempatan untuk meraih lailat al qodr
terutama pada malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan puasa (HR. Bukhori
Muslim). Dalam hal ini Rasulullah menyampaikan bahwa: "Barangsiapa yang sholat
pada malam lailatul qodr berdasarkan iman dan ihtisab, maka Allah akan mengampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hr. Bukhori Muslim). Dalam keadaan ini Rasulullah
mengajarkan doa sebagai berikut:
Umroh
Umroh atau haji kecil itu bagus juga apabila dilaksanakan pada bulan Ramadhan,
sebab nilainya bisa berlipat-lipat, sebagaimana pernah disabdakan oleh Rasulullah
kepada seorang wanita dari anshor bernama Ummu Sinan: " Agar apabila datang bulan
Ramadhan ia melakukan umroh, karena nilainya setara dengan haji bersama
Rasulullah SAW. (Hr. Bukhori Muslim)
Zakat Fitrah
Pada hari-hari terakhir bulan Ramadhan amaliyah yang disunnahkan oleh Rasulullah
SAW ialah membayarkan zakat fithr, suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh umat
Islam baik laik-laki maupun perempuan, baik dewasa maupun anak-anak (HR. Bukhori
Muslim). Zakat fithr ini juga berfungsi sebagai pelengkap penyucian untuk pelaku puasa
dan untuk membantu kaum fakir miskin. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Ramadhan bulan taubat menuju fithroh
Selama sebulan penuh, secara berduyun-duyun umat kembali kepada Allah yang Maha
Pemurah juga Maha Pengampun. Dia Dzat yang menyampaikan bahwa pada setiap
malam bulan Ramadhan Allah membebaskan banyak hambaNya dari api nereka (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majah). Karenanya inilah satu kesempatan emas agar umat dapat
kembali, bertaubat agar ketika mereka selesai melaksanakan ibadah puasa mereka
benar-benar kembali kepada fithrohnya. Khotimah Demikianlah sebagian amaliyah
Ramadhan yang mudah dan bisa dilakukan oleh setiap muslim. Dan dengan demikian
Ramadhan juga menyiratkan salah satu prinsip dasar Islam tentang moderasi dan
integralitas ajarannya. Ramadhan memang bulan penuh kebaikan, sehingga Rasulullah
pernah bersabda ; "Apabila orang-orang mengetahui nilai lebih Ramadhan, mereka
akan berharap agar semua bulan dijadikan sebagai bulan Ramadhan". (HR. Ibnu
Huzaimah). Semoga Allah menerima amaliyah shiyam dan qiyam kita sekalian, amin.
5. PANDUAN SHAUM RAMADHAN
Diriwayatkan dari Anas ra. ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw.: Apabila ada
sesuatu dari urusan duniamu, maka kamu lebih tahu tentang hal itu. Jika ada urusan
dienmu, maka akulah tempat kembalinya (ikuti aku). (H.R Ahmad).
Dirwayatkan dari Aisyah ra: Rasulullah saw. telah bersabda: Barangsiapa melakukan
perbuatan yang bukan perintah kami, maka ia tertolak tidak diterima). Dan dalam
riwayat lain: Barangsiapa yang mengada-adakan dalam perintah kami ini yang bukan
dari padanya, maka ia tertolak. Sementara dalam riwayat lain: Barangsiapa yang
berbuat sesuatu urusan yang lain daripada perintah kami, maka ia tertolak. (HR.Ahmad.
Bukhary dan Abu Dawud).
Kandungan dua hadits shahih di atas menerangkan dengan jelas dan tegas bahwa
segala perbuatan, amalan-amalan yang hubungannya dengan dien/syariat terutama
dalam masalah ubudiyah wajib menurut panduan dan petunjuk yang telah digariskan
oleh Rasulullah saw. Tidak boleh ditambah dan/atau dikurangi meskipun menurut fikiran
seolah-olah lebih baik.
Di antara cara syaithan mantap ummat Islam ialah membisikkan suatu tambahan
dalam urusan Dien. Sayangnya, perkara ini dianggap soal sepele, enteng dan remeh.
Padahal perbuatan seperti itu adalah merupakan suatu kerusakan yang amat fatal dan
berbahaya.
"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, katanya: Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw.
berkhutbah kepada manusia pada waktu haji Wada . Maka beliau bersabda:
Sesungguhnya Syaithan telah berputus asa (dalam berusaha) agar ia disembah di
bumimu ini. Tetapi ia ridha apabila (bisikannya) ditaati dalam hal selain itu; yakni suatu
amalan yang kamu anggap remeh dari amalan-amalan kamu, berhati-hatilah kamu
sekalian. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu , yang jika kamu berpegang
kepadanya niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya. Yaitu: Kitab Allah dan
sunnah NabiNya. " (HR. Hakim).
Dengan demikian dapat difahami bagaimana Rasulullah saw. mengingatkan kita agar
selalu waspada terhadap provokasi setan untuk beramal dengan menyalahi tuntunan
Nabi sekalipun hal itu nampak remeh. "Diriwayatkan dari Ghudwahaif bin Al-Harits ra: ia
berkata: Telah bersabda Rasulullah saw.: Setiap suatu kaum mengadakan Bidah, pasti
saat itu diangkat (dihilangkan) sunnah semisalnya. Maka berpegang teguh kepda
sunnah itu lebih baik daripada mengadakan bidah "(HR.Ahmad). Jadi, ketika amalan
bidah ditimbulkan betapapun kecilnya, maka pada saat yang sama Sunnah telah
dimusnahkan. Pada akhirnya lama kelamaan yang nampak dalam dien ini hanyalah
perkara bidah sedangkan yang Sunnah dan original telah tertutup. Pada saat itulah
ummat Islam akan menjadi lemah dan dikuasai musuh. Insya Allah tak lama lagi kita
akan menyambut kedatangan Ramadhan,dalam bulan yang penuh berkat ini kita
diwajibkan menjalankan ibadah Shaum Ramadhan sebulan penuh , yang mana hal
tersebut merupakan salah satu bagian dari rukun Islam. Karenanya hal tersebut amat
penting.
Berkaitan dengan hal di atas, maka kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk
dapat menunaikan ibadah Shaum ini sesempurna mungkin , benar-benar bebas dari
bidah sesuai dengan panduan yang telah digariskan oleh Rasulullah saw. Untuk
keperluan itulah dalam risalah yang sederhana ini diterangkan beberapa hal yang
berkaitan dengan amaliah shaum Ramadhan, zakat fithrah, dan Shalat Ied berdasarkan
Nash-nash yang Shariih (jelas).
Dalil - dalil dan kesimpulan dibuat agar mudah difahami antara hubungan amal dengan
dalilnya. Dan -tak ada gading yang tak retak- kata pepatah, sudah barang tentu risalah
ini sangat jauh dari sempurna, untuk menuju kesempurnaannya bantuan dari pemakai
amat diharapkan. Semoga risalah ini diterima oleh Allah sebagai Amal Shalih yang
bermanfaat terutama di akhirat nanti.
1. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra. telah bersabda Rasulullah saw: Apabila
malam sudah tiba dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sini, sedang
matahari sudah terbenam, maka orang yang shaum boleh berbuka. (H.R: Al-
Bukhary dan Muslim)
2. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa?ad: Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda:
Manusia (ummat Islam) masih dalam keadaan baik selama mentakjilkan
(menyegerakan) berbuka. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
3. Diriwayatakan dari Anas ra., ia berkata: Rasulullah saw berbuka denganmakan
beberapa ruthaab (kurma basah) sebelum shalat, kalau tidak ada makadengan
kurma kering, kalau tidak ada maka dengan meneguk air beberapa teguk.(H.R: Abu
Daud dan Al-Hakiem)
4. Diriwayatkan dari Salman bin Amir, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah
bersabda: Apabila salah seorang diantara kamu shaum hendaklah berbuka dengan
kurma, bila tidak ada kurma hendaklah dengan air, sesungguhnya airitu bersih.
(H.R: Ahmad danAt-Tirmidzi)
5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar: Adalah Nabi saw. selesai berbuka Beliau berdoa
(artinya) telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap
ada Insya Allah. (H.R: Ad-Daaruquthni dan Abu Daud hadits hasan)
6. Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw:Apabila makan
malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib, janganlah
mendahulukan shalat daripada makan malam itu (yang sudah terhidang). (H.R: Al-
Bukhary dan Muslim)
7. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Rasulullah saw.telah bersabda:
Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah. (H.R: Al-
Bukhary)
8. Diriwayatkan dari Al-Miqdam bin Madi Yaqrib, dari Nabi saw.bersabda: Hendaklah
kamu semua makan sahur, karena sahur adalah makanan yang penuh berkah.
(H.R: An-Nasai)
9. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit t berkata: Kami bersahur bersama Rasulullah
saw. kemudian kami bangkit untuk menunaikan shalat (Shubuh). Saya berkata:
Berapa saat jarak antara keduanya (antara waktu sahur danwaktu Shubuh)?Ia
berkata: Selama orang membaca limapuluh ayat. (H.R:Al-Bukhary dan Muslim)
10. Diriwayatkan dari Amru bin Maimun, ia berkata: Adalah para sahabat Muhammad
saw. adalah orang yang paling menyegerakan berbuka dan melambatkan makan
sahur.(H.R: Al-Baihaqi)
11. Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila salah seorang diantara kamu mendengar
adzan dan piring masih di tangannya janganlah diletakkan hendaklah ia
menyelesaikan hajatnya (makan/ minum sahur) daripadanya. (H.R:Ahmad dan Abu
Daud dan Al-Hakiem)
12. Diriwayatkan dari Abu Usamah ra. ia berkata: Shalat telah diiqamahkan, sedang
segelas minuman masih di tangan Umar ra. beliau bertanya: Apakah ini boleh saya
minum wahai Rasulullah ? Beliau r. menjawab: ya, lalu ia meminumnya. (H.R Ibnu
Jarir)
13. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Adalah Rasulullah saw.orang yang
paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika
Jibril menemuinya, dan Jibril menemuinya pada setiap malam pada bulan
Ramadhan untuk mentadaruskan beliau saw. al-quran dan benar-benar Rasulullah
saw. lebih dermawan tentang kebajikan(cepat berbuat kebaikan) daripada angin
yang dikirim.(HR Al-Bukhary)
14. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Adalah Rasulullah saw.menggalakkan
qiyamullail (shalat malam) di bulan Ramadhan tanpa memerintahkan secara wajib,
maka beliau bersabda: Barang siapa yang shalat malam di bulan Ramadhan
karena beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni baginya
dosanya yang telah lalu. (H.R: Jamaah)
15. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Nabi saw. Apabila memasuki sepuluh
hari terakhir (bulan Ramadhan) beliau benar-benar menghidupkan malam (untuk
beribadah) dan membangunkan istrinya (agar beribadah) dengan mengencangkan
ikatan sarungnya (tidak mengumpuli istrinya). (H.R:Al-Bukhary dan Muslim)
16. Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Nabi saw. bersungguh-sungguh shalat
malam pada sepuluh hari terakhir (di bulan Ramadhan) tidak seperti
kesungguhannya dalam bulan selainnya. (H.R: Muslim)
17. Diriwayatkan dari Abu salamah din Abdur Rahman, sesungguhnya ia telah
bertanya kepada Aisyah ra: Bagaimana shalat malamnya Rasulullah saw di bulan
Ramadhan? maka ia menjawab: Rasulullah saw tidak pernah shalat malam lebih
dari sebelas rakaat baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya, caranya:
Beliau shalat empat rakaat jangan tanya baik dan panjangnya, kemudian shalat
lagi empat rakaat jangan ditanya baik dan panjangnya, kemudian shalat tiga
raka?at. (H.R: Al-Bukhary,Muslim danlainnya)
18. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah saw. Apabila bangun
shalat malam, beliau membuka dengan shalat dua rakaat yang ringan, kemudian
shalat delapan rakaat, kemudian shalat witir. (H.R: Muslim)
19. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata: Ada seorang laki-laki berdiri lalu ia berkata:
Wahai Rasulullah bagaimana cara shalat malam ? Maka Rasulullah r. menjawab:
Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Apabila kamu khawatir masuk shalat
Shubuh, maka berwitirlah satu rakaat. (H.R:Jamaah)
20. Dari Aisyah ra. ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw shalat di masjid, lalu para
sahabat shalat sesuai dengan shalat beliau (bermakmum di belakang), lalu beliau
shalat pada malam kedua dan para sahabat bermakmum dibelakangnya
bertambah banyak, kemudian pada malam yang ketiga atau yang keempat mereka
berkumpul, maka Rasulullah saw tidak keluar mengimami mereka. Setelah pagi
hari beliau bersabda: Saya telah tahu apa yang kalian perbuat, tidak ada yang
menghalangi aku untuk keluar kepada kalian (untuk mengimami shalat) melainkan
aku khawatir shalat malam ini difardhukan atas kalian. Ini terjadi pada bulan
Ramadhan. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
21. Dari Ubay bin Kaab t. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. Shalat witir dengan
membaca: Sabihisma Rabbikal Ala)dan (Qul ya ayyuhal kafirun) dan (Qulhu
wallahu ahad). (H.R: Ahmad, Abu Daud, Annasai dan Ibnu Majah)
22. Diriwayatkan dari Hasan bin Ali t. ia berkata: Rasulullah saw. Telah mengajarkan
kepadaku beberapa kata yang aku baca dalam qunut witir: artinya) Ya Allah berilah
aku petunjuk beserta orang-orang yang telah engkau beri petunjuk, berilah aku
kesehatan yang sempurna beserta orang yang telah engkau beri kesehatan yang
sempurna, pimpinlah aku beserta orang yang telah Engkau pimpin, Berkatilah
untukku apa yang telah Engkau berikan, peliharalah aku dari apa yang telah
Engkau tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tiada
yang dapat memutuskan atas Engkau, bahwa tidak akan hina siapa saja yang telah
Engkau pimpin dan tidak akan mulia siapa saja yang Engkau musuhi. Maha agung
Engkau wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau. (H.R: Ahmad, Abu Daud,
Annasai, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
23. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: Barang siapa yang shalat malam
menepati lailatul qadar, maka diampuni dosanya yang telah lalu. (H.R: Jamaah)
24. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. Telah bersabda:
berusahalah untuk mencari lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir. H.R:
Muslim)
25. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Dinampakkan dalam mimpi seorang
laki-laki bahwa lailatul qadar pada malam kedua puluh tujuh, maka Rasulullah saw.
bersabda: Sayapun bermimpi seperti mimpimu, (ditampakkan pada sepuluh malam
terakhir, maka carilah ia (lailatul qadar) pada malam-malam ganjil. (H.R: Muslim)
26. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Saya berkata kepada Rasulullah saw. Ya
Rasulullah, bagaimana pendapat tuan bila saya mengetahui lailatul qadar,apa yang
saya harus baca pada malam itu ? Beliau bersabda: Bacalah artinya) Yaa Allah
sesungguhnya Engkau maha pemberi ampun, Engkau suka kepada keampunan
maka ampunilah daku. (H.R: At-Tirmidzi dan Ahmad)
27. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah saw mengamalkan itikaf
pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh
Allah Azza wa Jalla.(H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
28. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah saw. Apabila hendak
beritikaf, beliau shalat shubuh kemudian memasuki tempat itikafnya
(H.R:Jamaah kecuali At-Tirmidzi)
29. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah saw. Apabila beritikaf ,
beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, maka aku menyisirnya, dan adalah
beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena untuk memenuhi hajat manusia (buang
air, mandi dll...) (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
30. Allah taala berfirman: (artinya) Janganlah kalian mencampuri ereka(istri-istri kalian)
sedang kalian dalam keadaan itikaf dalam masjid. Itulah batas-batas ketentuan
Allah, maka jangan di dekati... Al-Baqarah: 187)
31. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw:
Setiap amal anak bani Adam adalah untuknya kecuali shaum, ia adalah untukku
dan aku yang memberikan pahala dengannya. Dan sesungguhnya shaum itu
adalah benteng pertahanan, pada hari ketika kamu shaum janganlah berbuat keji ,
jangan berteriak-teriak (pertengkaran), apabila seorang memakinya sedang ia
shaum maka hendaklah ia katakan: " sesungguhnya saya sedang shaum" . Demi
jiwa Muhammad yang ada di tanganNya sungguh bau busuknya mulut orang yang
sedang shaum itu lebih wangi disisi Allah pada hari kiamat daripada kasturi. Dan
bagi orang yang shaum ada dua kegembiraan, apabila ia berbuka ia gembira
dengan bukanya dan apabila ia berjumpa dengan Rabbnya ia gembira karena
shaumnya.(H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
32. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Sesungguhnya Nabi saw. Telah
bersabda: Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan amalan
kebohongan, maka tidak ada bagi Allah hajat (untuk menerima) dalam hal ia
meninggalkan makan dan minumnya. (H.R: Jamaah Kecuali Muslim) Maksudnya
Allah tidak merasa perlu memberi pahala shaumnya.
33. Bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda kepada seorang wanita Anshar yang
sering di panggil Ummu Sinan: Apa yang menghalangimu untuk melakukan haji
bersama kami ? Ia menjawab: Keledai yang ada pada kami yang satu dipakai oleh
ayahnya si fulan (suaminya) untuk berhaji bersama anaknya sedang yang lain di
pakai untuk memberi minum anak-anak kami. Nabipun bersabda lagi Umrah di
bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan haji atau haji bersamaku.
Muslim)
H.R:
34. Rasulullah sw. bersabda: Apabila datang bulan Ramadhan kerjakanlah umrah
karena umrah di dalamnya (bulan Ramadhan) setingkat dengan haji. (H.R: Muslim)
Ayat dan hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam
mengamalkan shaum Ramadhan kita perlu melaksanakan adab-adab sbb:
1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib. (dalil: 6)
Sunnah berbuka adalah sbb:
a. Disegerakan yakni sebelum melaksanakan shalat Maghrib dengan makanan
yang ringan seperti kurma, air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat. dalil:
2,3 dan 4)
b. Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan
shalat dahulu. (dalil: 6)
c. Setelah berbuka berdoa dengan doa sbb: Artinya: Telah hilang rasa haus, dan
menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap wujud insya Allah. (dalil: 5)
2. Makan sahur. (dalil: 7 dan 8)
Adab-adab sahur:
a. Dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh. (dalil 9 dan 10)
b. Apabila pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh,
maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah
sahur karena sudah masuk waktu Shubuh. (dalil 11 dan 12) * Imsak tidak ada
sunnahnya dan tidak pernah diamalkan pada zaman sahabat maupun tabiin.
3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bershadaqah, banyak
menolong) dan banyak membaca al-quran (dalil: 13)
4. Menegakkan shalat malam / shalat Tarawih dengan berjamaah. Dan shalat
Tarawih ini lebih digiatkan lagi pada sepuluh malam terakhir(20 hb. Sampai akhir
Ramadhan). (dalil: 14,15 dan 16)
Cara shalat Tarawih adalah:
a. Dengan berjamaah. (dalil: 19)
b. Tidak lebih dari sebelas rakaat yakni salam tiap dua rakaat dikerjakan empat
kali, atau salam tiap empat rakaat dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir
tiga rakaat. (dalil: 17)
c. Dibuka dengan dua rakaat yang ringan. (dalil: 18)
d. Bacaan dalam witir: Rakaat pertama: Sabihisma Rabbika. Rokat kedua:Qul yaa
ayyuhal kafirun. Rakaat ketiga: Qulhuwallahu ahad. (dalil: 21)
e. Membaca doa qunut dalam shalat witir. (dalil 22)
5. Berusaha menepati lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir, terutama pada
malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati lailatul qadar hendaklah lebih giat
beribadah dan membaca: Yaa Allah Engkaulah pengampun, suka kepada
keampunan maka ampunilah aku.(dalil: 25 dan 26)
6. Mengerjakan itikaf pada sepuluh malam terakhir. (dalil: 27) 7.
Cara itikaf:
a. Setelah shalat Shubuh lalu masuk ke tempat itikaf di masjid. (dalil 28)
b. Tidak keluar dari tempat itikaf kecuali ada keperluan yang mendesak.(dalil: 29)
a. Tidak mencampuri istri dimasa itikaf. (dalil: 30)
7. Mengerjakan umrah. (dalil: 33 dan 34)
8. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran. (dalil: 31
dan 32)
FIQIH SHAUM
Cara Menetapkan Awal dan Akhir Bulan
1. "Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. beliau berkata: Manusia sama melihat Hilal (bulan
sabit), maka akupun mengabarkan hal itu kepada Rasululullah saw. Saya katakan:
sesungguhnya saya telah melihat Hilal. Maka beliau saw. shaum dan
memerintahkan semua orang agar shaum." (H.R Abu Dawud, Al-Hakim dan Ibnu
Hibban).(Hadits Shahih).
2. "Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah
bersabda: Mulailah shaum karena melihat ruyah dan berbukalah (akhirilah shaum
Ramadhan) dengan melihat ruyah. Apabila awan menutupi pandanganmu, maka
sempurnakanlah bulan Syaban selama Tiga Puluh hari. "(HR. Bukhary Muslim).
a. Menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan dengan melihat ruyah, meskipun
bersumber dari laporan seseorang, yag penting adil (dapat dipercaya).
b. Jika bulan sabit (Hilal) tidak terlihat karena tertutup awan, misalnya, maka
bilangan bulan Syaban digenapkan menjadi Tiga Puluh hari. (dalil 1 dan 2).
c. Pada dasarnya ruyah y ang dilihat oleh penduduk di suatu negara, berlaku untuk
seluruh dunia. Hal ini akan berlaku jika Khilafah Ala Minhaajinnabiy sudah tegak
(dalil 2).
4. Selama khilafah belum tegak, untuk menghindarkan meluasnya perbedaan
pendapat ummat Islam tentang hal ini, sebaiknya ummat Islam mengikuti ruyah yag
nampak di negeri masing-masing. (ini hanya pendapat sebagian ulama).
Rukun Shaum
1. "... dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah shaum itu sampai alam...(AL-Baqarah: 187).
2. "Adiy bin Hatim berkata: Ketika turun ayat ; artinya (...hingga jelas bagimu benang
putih dari benang hitam...), lalu aku mengambil seutas benang hitam dan seutas
benanag putih, lalu kedua utas benang itu akau simpan dibawah bantalku. Maka
pada waktu malam saya amati, tetapi tidak tampak jelas, maka saya pergi menemui
Rasulullah saw. dan saya ceritakan hal ini kepada beliau. Beliapun bersabda: Yang
dimaksud adalah gelapnya malam dan terangnya siang (fajar). " (H.R. Bukhary
Muslim).
3. "Allah Taala berfirman: " Dan tidaklah mereka disuruh, kecuali untuk beribadah
kepada Allah dengan mengikhlashkan ketaatan untukNya " Al-Bayyinah:5)
4. "Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat, dan
setiap orang mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkan." H.R Bukhary
dan Muslim).
5. "Diriwayatkan dari Hafshah , ia berkata: Telah bersabda Nabi saw.: Barangsiapa
yang tidak beniat (shaum Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada shaum baginya
." (HR. Abu Dawud) Hadits Shahih.
Keterangan ayat dan hadit di atas memberi pelajaran kepada kita bahawa rukun
shaum Ramadhan adalah sebagai - berikut:
a. Berniat sejak malam hari (dalil 3,4 dan 5).
b. Menahan makan, minum koitus (Jima) dengan istri di siang hari sejak terbit fajar
sampai terbenam matahari (Maghrib), (dalil 1 dan 2).
Yang Diwajibkan Shaum Ramadhan
1. "Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian untuk shaum,
sebagaimana yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
sekalian bertaqwa. "(Al-Baqarah: 183)
2. "Diriwayatkan dari Ali ra., ia berkata: Sesungguhnya nabi saw telah bersabda: telah
diangkat pena (kewajiban syari/ taklif) dari tiga golongan . - Dari orang gila sehingga
dia sembuh - dari orang tidur sehingga bangun - dari anak-anak sampai ia ia
bermimpi / dewasa."(H.R.Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Keterangan di atas mengajarkan kepada kita bahwa: yang diwajibkan shaum
Ramadhan adalah: setiap orang beriman baik lelaki maupun wanita yang sudah
baligh/dewasa dan sehat akal /sadar.
Yang Dilarang Shaum
1. "Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Disaat kami haidh di masa Rasulullah saw,
kami dilarang shaum dan diperintahkan mengqadhanya, dan kami tidak diperintah
mengqadha Shalat "(H.R Bukhary Muslim).
Keterangan di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa wanita yang sedang haidh
dilarang shaum sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan shaumnya. Di luar
Ramadhan ia wajib mengqadha shaum yag ditinggalkannya selama dalam haidh.
Yang Diberi Kelonggaran untuk Tidak Shaum Ramadhan
1. "(Masa yang diwajibkan kamu shaum itu ialah) bulan Ramadhan yang padanya
diturunkan Al-Quran, menjadi pertunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi
keterangan-keterangan yang menjelaskan pertunjuk, dan (menjelaskan) antara yang
haq dengan yang bathil. Karenanya, siapa saja dari antara kamu yang menyaksikan
anak bulan Ramadhan (atau mengetahuinya), maka hendaklah ia shaum di bulan
itu; dan siapa saja yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah ia berbuka,
kemudian wajiblah ia shaum) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh
kemudahan, dan Ia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran. Dan juga
supaya kamu cukupkan bilangan shaum (sebulan Ramadhan), dan supaya kamu
membesarkan Allah karena mendapat pertunjukNya, dan supaya kamu bersyukur."
(Al-Baqarah:185.)
2. "Diriwayatkan dari Muadz , ia berkata: Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan
atas nabi untuk shaum, maka DIA turunkan ayat (dalam surat AL-Baqarah: 183-
184), maka pada saat itu barangsiapa mau shaum dan barangsiapa mau memberi
makan seorang miskin, keduanya diterima. Kemudian Allah menurunkan ayat lain
(AL-Baqarah: 185), maka ditetapkanlah kewajiban shaum bagi setiap orang yang
mukim dan sehat dan diberi rukhsah keringanan) untuk orang yang sakit dan
bermusafir dan ditetapkan cukup memberi makan orang misikin bagi oran yang
sudah sangat tua dan tidak mampu shaum. " (HR. Ahmad, Abu Dawud, AL-Baihaqi
dengan sanad shahih).
3. "Diriwayatkan dari Hamzah Al-Islamy: Wahai Rasulullah, aku dapati bahwa diriku
kuat untuk shaum dalam safar, berdosakah saya ? Maka beliau bersabda: hal itu
adalah merupakan kemurahan dari Allah Taala, maka barangsiapa yang
menggunakannya maka itu suatu kebaikan dan barangsiapa yang lebih suka untuk
terus shaum maka tidak ada dosa baginya " (H.R.Muslim)
4. "Diriwayatkan dari Said Al-Khudry ra. ia berkata: Kami bepergian bersama
Rasulullah saw. ke Makkah, sedang kami dalam keadaan shaum. Selanjutnya ia
berkata: Kami berhenti di suatu tempat. Maka Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya kamu sekalian sudah berada ditempat yang dekat dengan musuh
kalian, dan berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu. Ini merupakan rukhsah,
maka diantara kami ada yang masih shaum dan ada juga yang berbuka. Kemudian
kami berhenti di tempat lain. Maka beliau juga bersabda: Sesungguhnya besoak
kamu akan bertemu musuh, berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu
sekalian,maka berbukalah. Maka ini merupakan kemestian, kamipun semuanya
berbuka. Selanjutnya bila kami bepergian beserta Rasulullah saw. kami shaum ."
(H.R Ahmad, Muslim dan Abu Dawud).
5. "Diriwayatkan dari Said Al-Khudry ra. ia berkata: Pada suatu hari kami pergi
berperang beserta Rasulullah saw. di bulan Ramadhan. Diantara kami ada yang
shaum dan diantara kami ada yang berbuka . Yang shaum tidak mencela yang
berbuka ,dan yang berbuka tidak mencela yang shaum. Mereka berpendapat bahwa
siapa yang mendapati dirinya ada kekuatan lalu shaum, hal itu adalah baik dan
barangsiapa yang mendapati dirinya lemah lalu berbuka,maka hal ini juga baik "
(HR. Ahmad dan Muslim)
6. "Dari Jabir bin Abdullah: Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. pergi menuju ke
Makkah pada waktu fathu Makkah, beliau shaum sampai ke Kurraa?il Ghamiim dan
semua manusia yang menyertai beliau juga shaum. Lalu dilaporkan kepada beliau
bahwa manusia yang menyertai beliau merasa berat , tetapi mereka tetap shaum
karena mereka melihat apa yang tuan amalkan (shaum). Maka beliau meminta
segelas air lalu diminumnya. Sedang manusia melihat beliau, lalu sebagian berbuka
dan sebagian lainnya tetap shaum. Kemudian sampai ke telinga beliau bahwa masih
ada yang nekad untuk shaum. Maka beliaupun bersabda: mereka itu adalah
durhaka. "(HR.Tirmidzy)
7. "Ucapan Ibnu Abbas: wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila khawatir
atas kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak shaum dan cukup membayar
fidyah memberi makan orang miskin "(Riwayat Abu Dawud). Shahih
8. "Diriwayatkan dari Nafi dari Ibnu Umar: Bahwa sesungguhnya istrinya bertanya
kepadanya (tentang shaum Ramadhan), sedang ia dalam keadaan hamil. Maka ia
menjawab: Berbukalah dan berilah makan sehari seorang miskin dan tidak usah
mengqadha shaum ." (Riwayat Baihaqi) Shahih.
9. "Diriwayatkan dari Said bin Abi Urwah dari Ibnu Abbas beliau berkata: Apabila
seorang wanita hamil khawatir akan kesehatan dirinya dan wanita yang menyusui
khawatir akan kesehatan anaknya jika shaum Ramadhan. Belberkata: Keduanya
boleh berbuka (tidak shaum)dan harus memberi makan sehari seorang miskin dan
tidak perlu mengqadha shaum" (HR.Ath-Thabari dengan sanad shahih di atas syarat
Muslim , kitab AL-irwa jilid IV hal 19).
10.KESIMPULAN: Pelajaran yang dapat diambil dari keterangan di atas adalah:
1) Orang Mumin yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak shaum
Ramadhan, tetapi wajib mengqadha di bulan lain, mereka itu ialah:
a) Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
b) Orang yang bepergian(Musafir).
Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan shaum dalam safarnya, tetapi
yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan
diri untuk shaum.
2) Orang Mumin yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan
shaum dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari
seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan
shaumkarena:
a). Umurnya sangat tua dan lemah.
b). Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
c). Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
d). Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
e). Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan
sambil shaum, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan. (dalil 2,7,8, dan 9).
Hal-Hal yang Membatalkan Shaum
1. "...dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam
(fajar), kemudian sempurnakanlah shaum itu sampai malam..." Al-Baqarah: 187).
2. "Dari Abu Hurairah ra.: bahwa sesungguhnya nabi saw. telah bersabda:
Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan shaum, kemudian ia makan
atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan shaumnya. Hal itu karena
sesungguhnya Allah hendak memberinya karunia makan dan minum " (Hadits
Shahih, riwayat Al-Jamaah kecuali An-Nasai).
3. Dari Abu Hurairah ra. bahwa sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: Barang siapa
yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang shaum - maka tidak wajib
qadha (shaumnya tetap sah), sedang barang siapa yang berusaha sehinggga
muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha (shaumnya batal). (H.R:
Abu Daud dan At-Tirmidziy)
4. Diriwayatkan dari Aisyah ra ia berkata: Disaat kami berhaidh (datang bulan) dimasa
Rasulullah saw. kami dilarang shaum dan diperintah untuk mengqadhanya dan kami
tidak diperintah untuk mengqadha shalat. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
5. Diriwayatkan dari Hafshah, ia berkata: Telah bersabda Nabi saw. Barang siapa yang
tidak berniat untuk shaum (Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada shaum
baginya. (H.R: Abu Daud) hadits shahih.
6. Telah bersabda Rasulullah saw: Bahwa sesungguhnya semua amal itu harus
dengan niat .... (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
7. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Sesungguhnya seorang laki-laki
berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah saya terlanjur menyetubuhi istri saya
(di siang hari) padahal saya dalam keadaan shaum Ramadhan), maka Rasulullah
saw. bersabda: Punyakah kamu seorang budak untuk dimerdekakan ? Ia menjawab:
Tidak. Rasulullah saw bersabda: Mampukah kamu shaum dua bulan berturut-turut ?
Lelaki itu menjawab: Tidak. Beliau bersabda lagi: Punyakah kamu persediaan
makanan untuk memberi makan enam puluh orang miskin ? Lelaki itu menjawab:
Tidak. Lalu beliau diam, maka ketika kami dalam keadaan semacam itu, Rasulullah
datang dengan membawa satu keranjang kurma, lalu bertanya: dimana orang yang
bertanya tadi ? ambilah kurma ini dan shadaqahkan dia. Maka orang tersebut
bertanya: Apakah kepada orang yang lebih miskin dari padaku ya Rasulullah ? Demi
Allah tidak ada diantara sudut-sudutnya (Madinah) keluarga yang lebih miskin
daripada keluargaku. Maka Nabi saw. lalu tertawa sampai terlihat gigi serinya
kemudian bersabda: Ambillah untuk memberi makan keluargamu. (H.R: Al-Bukhary
dasn Muslim)
8. KESIMPULAN
Ayat dan hadits-hadits tersebut di atas menerangkan kepada kita bahwa hal-hal
yang dapat membatalkan shaum (Ramadhan) ialah sbb:
a. Sengaja makan dan minum di siang hari. Bila terlupa makan dan minum di siang
hari, maka tidak membatalkan shaum. (dalil: 2)
b. Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak
membatalkan shaum. (dalil: 3)
c. Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka. (dalil: 5 dan 6)
d. Dengan sengaja menyetubuhi istri di siang hari Ramadhan, ini disamping
shaumnya batal ia terkena hukum yang berupa: memerdekakan seorang hamba,
bila tidak mampu maka shaum dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu,
maka memberi makan enam puluh orang miskin.(dalil: 7)
e. Datang bulan di siang hari Ramadhan (sebelum waktu masuk aghrib).(dalil: 4)
Hal-Hal yang Boleh Dikerjakan Waktu Ibadah Shaum
1. Diriwayatkan dari Aisyah ra Bahwa sesungguhnya Nabi saw. dalam keadaan junub
sampai waktu Shubuh sedang beliau sedang dalam keadaan shaum, kemudian
mandi. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
2. Diriwayatkan dari Abi Bakar bin Abdurrahman, dari sebagian sahabat-sahabat Nabi
saw. ia berkata kepadanya: Dan sungguh telah saya lihat Rasulullah saw. menyiram
air di atas kepala beliau padahal beliau dalam keadaan shaum karena haus dan
karena udara panas. (H.R:Ahmad, Malik dan Abu Daud)
3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa sesungguhnya Nabi saw berbekam sedang
beliau dalam keadaan shaum. (H.R: Al-Bukhary) .
4. Diriwayatkan dari Aisyah ra Adalah Rasulullah saw mencium (istrinya) sedang beliau
dalam keadaan shaum dan menggauli dan bercumbu rayu dengan istrinya (tidak
sampai bersetubuh) sedang beliau dalam keadaan shaum, akan tetbeliau adalah
orang yang paling kuat menahan birahinya. (H.R: Al-Jamaah kecuali Nasai) hadits
shahih.
5. Diriwayatkan dari Abdullah bin Furuuj: Bahwa sesungguhnya ada seorang wanita
bertanya kepada Ummu Salamah ra. Wanita itu berkata: Sesungguhnya suami saya
mencium saya sedang dia dan saya dalam keadaan shaum, bagaimana
pendapatmu ? Maka ia menjawab: Adalah Rasulullah r pernah mencium saya
sedang beliau dan saya dalam keadaan shaum. (H.R: Aththahawi dan Ahmad
dengan sanad yang baik dengan mengikut syarat Muslim).
6. Diriwayatkan dari Luqaidh bin Shabrah: Sesungguhnya Nabi saw bersabda: Apabila
kamu beristinsyaaq (menghisap air ke hidung) keraskan kecuali kamu dalam
keadaan shaum. (H.R: Ashhabus Sunan)
7. Perkataan ibnu Abbas: Tidak mengapa orang yang shaum mencicipi cuka dan
sesuatu yang akan dibelinya (Ahmad dan Al-Bukhary).
8. KESIMPULAN
Hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa hal-hal tersebut
di bawah ini bila diamalkan tidak membatalkan shaum:
a. Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas,
demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
b. Mentakhirkan mandi junub setelah adzan Shubuh. (dalil: 1)
c. Berbekam pada siang hari. (dalil: 3)
d. Mencium, menggauli, mencumbu istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang
hari.(dalil 4 dan 5)
e. Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung)terutama bila akan berwudhu, asal
tidak dikuatkan menghirupnya. (dalil: 6)
f. Disuntik di siang hari
g. Mencicipi makanan asal tidak ditelan.(dalil:7)
7. FIQIH SHAUM BAGI MUSLIMAH
Muqoddimah
Dalam surat Al-Baqoroh: 183, Allah SWT memerintahkan umat Islam melaksanakan
shiyam, untuk mencapai derajat taqwa. Perintah ini adalah umum, baik untuk pria
maupun wanita. Tetapi dalam perincian pelaksanaan shiyam, ada beberapa hukum
khusus bagi wanita. Hal ini terjadi karena perbedaan fithrah yang ada pada wanita yang
tidak dimiliki oleh pria. Dalam kajian ini- insya Allah- akan dibahas hukum-hukum yang
berkaitan dengan wanita secara khusus.
Panduan Umum
1. Wanita sebagaimana pria disyariatkan memanfaatkan bulan suci ini untuk hal-hal
yang bermanfaat, dan memperbanyak menggunakan waktu untuk beribadah.
Seperti memperbanyak bacaan Al-Quran, dzikir, doa, shodaqoh dan lain
sebagainya, karena pada bulan ini amal sholeh dilipatgandakan pahalanya.
2. Mengajarkan kepada anak-anaknya akan nilai bulan Ramadhan bagi umat Islam,
dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap (tadarruj), serta menerangkan
hukum-hukum puasa yang bisa mereka cerna sesuai dengan tingkat kefahaman
yang mereka miliki.
3. Tidak mengabiskan waktu hanya di dapur, dengan membuat berbagai variasi
makanan untuk berbuka. Memang wanita perlu menyiapkan makanan, tetapi jangan
sampai hal itu menguras seluruh waktunya, karena ia juga dituntut untuk mengisi
waktunya dengan beribadah dan bertaqorrub kepada Allah.
4. Melaksanakan shalat pada waktunya (awal waktu) III. Hukum Berpuasa bagi
Muslimah Berdasarkan umumnya firman Allah SWT (QS. Al-Baqoroh: 183) serta
hadits Rasulullah SAW (HR.Bukhori & Muslim), maka para ulama ber-ijma bahwa
hukum puasa bagi muslimah adalah wajib, apabila memenuhi syarat-syarat; antara
lain: Islam, akil baligh, muqim, dan tidak ada hal-hal yang menghalangi untuk
berpuasa.
Wanita Shalat Tarawih, Itikaf dan Lailat al Qodr
Wanita diperbolehkan untuk melaksanakan shalat tarawih di masjid jika aman dari
fitnah.
Rasulullah SAW bersabda:
"Janganlah kalian melarang wanita untuk mengunjungi masjid-masjid Allah" (HR.
Bukhori).
Perilaku ini juga dalakukan oleh para salafush shaleh. Namun demikian, wanita
diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya,
tidak menampakkan perhiasan- perhiasannya, tidak memakai angi-wangian, dan keluar
dengan izin (ridlo) suami atau orang tua. Shof wanita berada dibelakang shof pria, dan
sebaik-baik shof wanita adalah shof yang di belakang (HR. Muslim).
Tetapi jika ia ke masjid hanya untuk shalat, tidak untuk yang lainnya, seperti
mendengarkan pengajian, mendengarkan bacaan Al-Quran (yang dialunkan dengan
baik), maka shalat di rumahnya adalah lebih afdlol. Wanita juga diperbolehkan
melakukan itikaf baik di masjid rumahnya maupun di masjid yang lain bila tidak
menimbulkan fitnah, dan dengan mendapatkan izin suami, dan sebaiknya masjid yang
dipakai itikaf menempel atau sangat berdekatan dengan rumahnya serta terdapat
fasilitas khusus bagi wanita. Disamping itu wanita juga di perbolehkan menggapai lailat
al qodr, sebagaimana hal tersebut dicontohkan Rasulullah SAW dengan sebagian isteri
beliau. (Lebih lanjut lihat panduan tentang itikaf dan lailat al qodr).
Wanita Haidh dan Nifas
Shiyam dalam kondisi ini hukumnya haram.
Apabila haid atau nifas keluar meski sesaat sebelum maghrib, ia wajib membatalkan
puasanya dan mengqodonya (mengganti) pada waktu yang lain.
Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada
pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci.
Apabila ia suci pada malam hari Ramadhan meskipun sesaat sebelum fajar, maka
puasa pada hari itu wajib atasnya, walaupun ia mandi setelah terbit fajar.
Wanita Hamil dan Menyusui
• Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh berbuka.
• Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari dua dokter
yang terpercaya, berbuka untuk ibu ini hukumnya wajib, demi keselamatan janin
yang ada dikandungannya.
• Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan dirinya, bukan kesehatan
anak atau janin, mayoritas ulama membolehkan ia berbuka, dan ia hanya wajib
mengqodo (mengganti) puasanya. Dalam keadaan ini ia laksana orang sakit.
• Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan keselamatan janin atau anaknya
(setelah para ulama sepakat bahwa sang ibu boleh berbuka), mereka berbeda
pendapat dalam hal: Apakah ia hanya wajib mengqodo ? atau hanya wajib
membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ia
tinggalkan) ? atau kedua-duanya qodho dan fidyah (memberi makan):
• Ibnu Umar dan Ibnu Abbas membolehkan hanya dengan memberi makan orang
miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.
• Mayoritas ulama mewajibkan hanya mengqodho.
• Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya; qodho dan fidyah.
• DR. Yusuf Qordhowi dalam Fatawa Muashiroh mengatakan bahwa ia cenderung
kepada pendapat yang mengatakan cukup untuk membanyar fidyah (memberi
makan orang setiap hari), bagi wanita yang tidak henti-hentinya hamil dan
menyusui. Tahun ini hamil, tahun berikutnya menyusui, kemudian hamil dan
menyusui, dan seterusnya, sehingga ia tidak mendapatkan kesempatan untuk
mengqodho puasanya. Lanjut DR. Yusuf al-Qordlowi; apabila kita membebani
dengan mengqodho puasa yang tertinggal, berarti ia harus berbuasa beberapa
tahun berturut-turut sertelah itu, dan itu sangat memberatkan , sedangkan Allah
tidak menghendaki kesulitan bagi hambaNya.
Wanita yang Berusia Lanjut
Apabila puasa membuatnya sakit, maka dalam kondisi ini ia boleh tidak berpuasa.
Secara umum, orang yang sudah berusia lanjut tidak bisa diharapkan untuk
melaksanakan (mengqodho) puasa pada tahun-tahun berikutnya, karena itu ia hanya
wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin).
Wanita dan Tablet Pengentas Haidh
Syekh Ibnu Utsaimin menfatwakan bahwa penggunaan obat tersebut tidak dianjurkan.
Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang
telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita di masa Rasulullah SAW tidak pernah
membebani diri mereka untuk melakukan hal tersebut. Namun apabila ada yang
melakukan, bagaimana hukumnya ?. Jawabnya: - Apabila darah benar-benar terhenti,
puasanya sah dan tidak diperintahkan untuk mengulang. - Tetapi apabila ia ragu,
apakah darah benar-benar berhenti atau tidak,maka hukumnya seperti wanita haid, ia
tidak boleh melakukan puasa. (Masail ash Shiyam h. 63 & Jamiu Ahkam an Nisa
2/393)
Mencicipi Masakan
Wanita yang bekerja di dapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada
bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut keasinan atau
tidak atau yang lain-lainnya. Maka bolehkah ia mencicipi masakannya ?. Para ulama
memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan
tidak sampai di tenggorokan, dalam hal ini diqiyaskan dengan berkumur. (Jamiu Ahkam
an Nisa).
Khotimah
Demikian panduan ringkas ini, semoga para wanita muslimah dapat memaksimalkan
diri beribadah selama bulan Ramadhan tahun ini, untukmeraih nilai taqwa.
8. PANDUAN SHALAT DAN SHAUM DALAM BEPERGIAN
Hukum-hukum yang berkaitan dengan safar (perjalanan) ialah mengkoshor shalat,
menjama shalat, menyapu sepatu saat wadhu selama tiga hari, berbuka di bulan
Ramadhan, boleh tidak shalat jamat dan sunnat ied, shalat di atas kendaraan dan
tayammum. Dalam kesempatan ini - insya Allah - akan dikemukakan lebih lanjut
tentang ketentuan shalat dan shaum dalam safar, yang sekaligus menegaskan bahwa
bahkan dalam keadaan safar (bepergian) pun Islam memberikan panduan agar umat
selalu selamat dan sejahtera.
Shalatdalam Safar
Berkenaan dengan shalat, illah (sebab) adanya perjalanan membolehkan hal-hal
berikut:
1. Mengqoshor (memendekkan) shalat:
a Pada dasarnya qoshor merupakan keringanan (rukhshoh) bagi orang yang
bepergian (musafir), jika bukan untuk tujuan maksiat. Manyoritas ulama
berkesimupulan bahwa qoshor adalah afdhol. Sebagaimana sunnah dan
kebiasaan Rasulullah SAW kemudian para shahabat beliau. Diriwayatkan oleh
Imam Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar Rasulullah SAW katanya: " Aku sering
menyertai Rasulullah SAW dan beliau menunaikan shalat yang asalnya empat
rekaat menjadi dua rekaat, demikian pula Abu Bakar, Umar dan Ustman
Rasulullah SAW.
b. Jarak perjalanan yang membolehkan qoshor adalah yang menurut ukuran urf di
zamannya dan dikatagorikan safar atau bepergiaan/ melakukan perjalanan.
c. Persyaratan teknis melaksanakan qoshor, dikemukakan fuqoha sebagai berikut:
1) Bukan safar untuk maksiat, menurut mayoritas ulama.
2) Mempunyai tujuan tempat tertentu dalam jarak qoshor
3) Telah keluar rumah dan wilayah dimana ia tinggal
4) Tidak berniat untuk tinggal menetap di tempat ia mengqoshor
5) Tidak menjadi makmun bagi imam yang tidak mengqoshor
6) Niat qoshor saat takbirotul ikhrom .
2. Menjama (mengumpulkan) shalat
Menjama shalat dhuhur dengan ashar atau naghrib dengan isya dibolehkan dalam
safar, baik dengan jama taqdim (didahulukan) maupun jama takhir (diakhirkan).
Asal sudah berniat untuk safar boleh menjama taqdim menjelang keberangkatan
tanpa keluar rumah terlebih dahulu. Sedang untuk jama takhir diharuskan berniat
sejak tibanya waktu shalat pertama. Sesudah adzan untuk tiap shalat dilakukan
iqomah (qomat) masing-masing. Dan antara kedua shalat yang dijama tidak
diselingi dengan shalat sunnat.
3. Menjama dan mengqoshor shalat
Selain kedua hal diatas dan disebabkan oleh alasan-alasan yang sama, syariat
Islam juga membolehkan adanya jama dan qoshor sekaligus, baik secara taqdim
maupun takhir, yaitu dengan menjama qoshor antara shalat dhuhur dengan ashar,
masing-masing dua rekaat dan menjama qoshor antara shalat maghrib (tetap 3
rekaat) dengan isya dua rekaat.
4. Shalat di atas kendaraan
Jika tiba waktu shalat sedang di atas kendaraan dan tidak memungkinkan untuk
berhenti dulu, maka boleh menunaikan shalat di atas kendaraan dengan tetap
menghadap qiblat, minimal saat takbirotul ikhrom jika untuk sampai selesai shalat
tidak memungkinkan. Dan jika sejak awal sudah tidak memungkinkan menghadap
qiblat, boleh menunaikannya sesuai dengan arah kendaraan. Dan boleh sambil
duduk jika tidak memungkinkan melaksanakannya sambil berdiri. Diriwayatkan dari
Maemun bin Mahron dari Ibnu Umar RA.katanya: " Aku bertanya kepada Rasulullah
SAW bagaimana caranya shalat di atas kapal laut? jawab beliau: "Shalatlah berdiri
kecuali jika dikhawatirkan akan tenggelam (karena oleng). Riwayat ad Daraquthni
menurut syarat Bukhori dan Muslim.Asy Syaukani berkomentar: Diqiyaskan atas
khawatir tenggelam, adanya udzur atau kesulitan lainnya termasuk kesulitan
menghadap ke arah qiblat.
Shaum dalam Safar
1. Safar (bepergian) termasuk kondisi yang membolehkan ifthor atau berbuka, artinya
boleh tidak menunaikan shaum meski hukumnya wajib, seperti shaum Ramadhan,
shaum nadzar, dan kafarot. Sekalipun tetap ada ketentuan untuk mengganti
(mengqodho) di waktu lain. Dalil syari yang mengaturnya; Al-Quran suarat Allah
SWT Baqoroh: 185: "... Maka barangsiapa yang sakit atau dalam safar, (jika
berbuka) maka hendaklah menggantinya pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagi kamu sekalian dan tidak menghendaki kesulitan... ".
2. Ukuran safar yang populer dikalangan ulama adalah pada jarak perjalanan yang
boleh mengqoshor shalat. Dan jika memperhatikan isyarat ayat, bahwa " Allah
menghendaki kemudahan bagi kamu sekalian dan tidak menghendaki kesulitan",
dapat difahami bahwa keringan (rukhshoh) dibolehkannya berbuka saat safar agar
tidak terjadi kondisi yang menyulitkan (al usr) atau memberatkan (al masyaqqoh).
Sebagaimana yang difahami oleh ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Syafiiyah.
3. Dengan mempertimbangkan (muraat) terjadi tidaknya masyaqqoh, maka shaum
dalam safar dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Shaum lebih utama (afdhol) dari pada berbuka:
Bagi orang yang kuat
menjalaninya tanpa suatu masyaqqoh. Demikian pendapat jumhurul ulama
sesuai dengan taujih ayat: " .... Dan bahwa kamu sekalian melaksanakan shaum
adalah lebih baik jika kamu sekalian mengetahui nilai keutamaannya" (QS:2:184)
Shaum lebih baik walaupun terasa sedikit berat, jika untuk mengqodhonya akan
terasa berat. Demikian difatwakan oleh Umar bin Abdul Aziz.
Shaum lebih utama bagi yang sudah biasa dan rutin bepergian relatif jauh tanpa
merasakan adanya rasa berat (masyaqqoh). Dalam soal masyaqqoh, kecuali
fisik yang harus dipertimbangkan, tapi kondisi ruhiyah atau kejiwaan lebih
menentukan. Adalah para shahabat Rasulullah SAW biasa tetap menjalani
shaum walaupun dalam keadaan perang, tanpa merasakan adanya masyaqqoh
yang berarti.
b. Berbuka lebih baik:
Bagi orang yang kuat shaum tapi dikhawatirkan terganggu dengan rasa ujub
(bangga) atau riya. Sebagaimana difatwakan oleh Ibnu Umar RA. Imam Bukhori
meriwayatkan hadits dari shahabat Anas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda
kepada mereka yang berbuka ketika melayani mereka yang shaum: " Orang-
orang yang berbuka hari ini meraih pahala".
Demikian pula berbuka lebih baik bagi orang yang belum pernah mengambil
rukhshoh (keringanan ini). Sebagaimana kesimpulan Asy Syaukani tentang
hadits riwayat Muslim dan an Nasai bahwa shahabat Hamzah bin Amr as Aslami
berkata kepada Rasulullah SAW: ya Rasulullah saya kuat menjalankan shaum
dalam safar bolehkah saya lakukan ? jawab beliau: " Ini merupakan rukhshoh
dari Allah taala, siapa yang mengambilnya adalah baik dan siapa yang ingin
shaum tidak apa-apa".
Berbuka adalah afdhol bahkan shaum menjadi makruh, bagi yang memaksakan
shaum diperjalanan yang terdapat masyaqqoh. Dalam kontek ini Rasulullah
SAW bersabda tentang musafir yang tetap shaum dalam kepayahan sehingga
dikerumuni dan diteduhi orang banyak: " Tidak merupakan kebaikan (al birr) as
shaum dalam safar ". Demikian Imam Bukhori menyimpulkan.
Bebrbuka dalam safar lebih baik jika akan lebih kuat untuk mengadapi musuh
dalam jihad.
Bahkan berbuka menjadi wajib hukumnya apabila panglima jihad memerintahkan
untuk berbuka demi kepentingan jihad
Dalam kajian fiqhiyah, ulama menyim-pulkan sejumlah persyaratan untuk mengambil
rukhshoh ifthor (berbuka) dalam safar. Yaitu:
a. Merupakan perjalanan yang halal atau mubah, bukan safar untuk tujuan maksiat
b. Perjalanan relatif jauh menurut ukuran zamannya
c. Tidak memulai perjalanan dalam keadaan shaum agar tidak sampai membatalkan
amal ibadah yang sudah dimulai.
Bukan merupakan perjalanan yang biasa dan rutin (seperti perjalanan supir) kecuali jika
terjadi masyaqqoh. Para ulama cenderung bahwa untuk pengamalan sendiri memilih
yang afdhol dan yang ahwath (lebih berhati-hati) dari pilihan yang ada. Wallahu taala
alam.
PANDUAN MENGGAPAI LAILATUL QODAR
Muqadimah
Sesudah disyariatkannya ibadah shaum, dan agar umat Islam dapat merealisasikan
nilai taqwa, Allah SWT melengkapi nikmat-Nya dengan memberikan adanya "Lailat al
qodr". Allah berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran pada "Lailat al qodr". Tahukah kalian
apakah " Lailat al qodr" ?. Itulah malam yang lebih utama dari pada seribu bulan" (QS.
AlQodr: 1-3)
Keutamaan Lailat al Qodr
Ayat yang dikutip di atas jelas menunjukkan nilai utama dari " Lailat al qodr".
Mengomentari ayat di atas Anas bin Malik ra menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan keutamaan disitu adalah bahwa amal ibadah seperti shalat, tilawah al-Quran,
dan dzikir serta amal sosial (seperti shodaqoh dana zakat), yang dilakukan pada malam
itu lebih baik dibandingkan amal serupa selama seribu bulan (tentu di luar malam lailat
al qodr sendiri). Dalam riwayat lain Anas bin Malik juga menyampaikan keterangan
Rasulullah SAW bahwa sesungguhnya Allah mengkaruniakan " Lailat al qodr" untuk
umatku, dan tidak memberikannya kepada umat-umat sebelumnya.
Sementara berkenaan dengan ayat 4 surat al qodr, Abdullah bin Abbas ra
menyampaikan sabda Rasulullah bahwa pada saat terjadinya lailat al qodr, para
malaikat turun kebumi menghampiri hamba-hamba Allah yang sedang qiyam al lail,
atau melakukan dzikir, para malaikat mengucapkan salam kepada mereka. Pada
malam itu pintu-pintu langit dibuka, dan Allah menerima taubat dari para hambaNya
yang bertaubat. Dalam riwayat Abu Hurairah ra, seperti dilaporkan oleh Bukhori, Muslim
dan al Baihaqi, Rasulullah SAW juga pernah menyampaikan , "barangsiapa melakukan
qiyam (shalat malam) pada lailat al qodr, atas dasar iman serta semata-mata mencari
keridloan Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang pernah dilakukannya".
Demikian banyaknya keutamaan lailat al qodr, sehingga Ibnu Abi Syaibah pernah
menyampaikan ungkapan al Hasan al Bashri, katanya: " Saya tidak pernah tahu adanya
hari atau malam yang lebih utama dari malam yang lainnya, kecuali Lailat al qodr,
karena lailat al qodr lebih utama dari (amalan) seribu bulan".
Hukum "Menggapai" Lailat al Qodr.
Memperhatikan pada arahan (taujih) Rasulullah SAW, serta contoh yang beliau
tampilkan dalam upaya "menggapai" lailat al qodr, dalam hal ini misalnya Umar pernah
menyampaikan sabda Rasulullah SAW: " Barangsiapa mencari lailat al qodr,
hendaknya ia mencarinya pada malam kedua puluh tujuh" (HR. Ahmad). Maka para
ulama berkesimpulan bahwa berupaya menggapai lailat al qodr hukumnya sunnah. IV.
Kapankah terjadinya Lailat al Qodr Sesuai dengan firman Allah pada awal surat Al
Qodr, serta pada ayat 185 surat Al Baqoroh, dan hadits Rasulullah SAW. Maka para
ulama bersepakat bahwa " Lailat al qodr" terjadi pada malam bulan Ramadhan. Bahkan
seperti diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Abu Dzar, dan Abu Hurairah, lailat al qodr
bukannya sekali terjadi pada masa Rasulullah SAW saja, malainkan ia terus
berlangsung pada setiap bulan Ramadhan untuk mashlahat umat Muhammad, sampai
terjadinya hari qiyamat. Adapun tentang penentuan kapan persis terjadinya lailat al
qodr, para ulama berbeda pendapat disebabkan beragamnya informasi hadits
Rasulullah, serta pemahaman para shahabat tentang hal tersebut.
Sebagaimana tersebut di bawah ini:
1. Lailat al qodr terjadi pada malam 17 Ramadhan, malam diturunkannya Al Quran.
Hal ini disampaikan oleh Zaid bin Arqom, dan Abdullah bin Zubair ra. (HR. Ibnu Abi
Syaibah, Baihaqi dan Bukhori dalam tarikh).
2. Lailat al qodr terjadi pada malam-malam ganjil disepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan. Diriwayatkan oleh Aisyah dari sabda Rasululah SAW: "Carilah lailat al
qodr pada malam-malam ganjil disepuluh hari terakhir bulan Ramadhan" (HR.
Bukhori, Muslim dan Baihaqi)
3. Lailat al qodr terjadi pada malam tanggal 21 Ramadhan, berdasarkan hadits riwayat
Abi Said al Khudri yang dilaporkan oleh Bukhori dan Muslim.
4. Lailat al qodr terjadi pada malam tanggal 23 bulan Ramadhan, berdasarkan hadits
riwayat Abdullah bin Unais al Juhany, seperti dilaporkan oleh Bukhori dan Muslim.
5. Lailat al qodr terjadi pada malam tanggal 27 bulan Ramadhan, berdasarkan hadits
riwayat Ibnu Umar, seperti dikutip oleh Ahmad. Dan seperti diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Syaibah, bahwa Umar bin al Khoththob, Hudzaifah serta sekumpulan besar
shahabat, yakin bahwa lailat al qodr terjadi pada malam 27 bulan Ramadhan.
Rasulullah SAW seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, juga pernah menyampaikan
kepada shahabat yang telah tua dan lemah tak mampu qiyam berlama-lama dan
meminta nasehat kepada beliau kapan ia bisa mendapatkan lailat al qodr,
Rasulullah SAW kemudian menasehati agar ia mencarinya pada malam ke 27 bulan
Ramadhan (HR. Thabroni dan Baihaqi).
6. Seperti difahami dari riwayat Ibnu Umar dan Abi Bakrah yang dilaporkan oleh
Bukhori dan Muslim, terjadinya lailat al qodr mungkin berpindah-pindah pada
malam-malam ganjil sepanjang sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sesuai
dengan informasi terakhir ini, dan karena langka dan pentingnya lailat al qodr, maka
selayaknya setiap muslim berupaya selalu mendapatkan lailat al qodr pada
sepanjang sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Tanda-Tanda Terjadinya Lailat al Qodr
Seperti diriwayatkan Oleh Imam Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi, bahwa
Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Pada saat terjadinya lailat al qodr itu, malam terasa jernih, terang, tenang, cuaca sejuk
tidak terasa panas tidak juga dingin. Dan pada pagi harinya matahari terbit dengan
jernih terang benderang tanpa tertutup sesuatuawan".
Apa yang Perlu Dilakukan pada Lailat Al Qodr dan Agar Dapat Menggapai Lailat
Al Qodr
1. Lebih bersungguh-sungguh dalam menjalankan semua bentuk ibadah pada hari-hari
Ramadhan, menjauhkan diri dari semua hal yang dapat mengurangi keseriusan
beribadah pada hari-hari itu. Dalam peribadatan ini juga dengan mengikutsertakan
keluarga. Hal itulah yang dahulu dicontohkan Rasulullah SAW.
2. Melakukan itikaf dengan berupaya sekuat tenaga. Itulah yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW.
3. Melakukan qiyamu al lail berjamaah, sampai dengan rekaat terakhir yang dilakukan
imam, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dzar ra.
4. Memperbanyak doa memohon ampunan dan keselamatan kepada Allah dengan
lafal: "Allahumma innaka afuwun tuhibul afwa fafu anni". Hal inilah yang diajarkan
oleh Rasulullah SAW kepada Aisyah ra ketika beliau bertanya: wahai Rasulullah,
bila aku ketahui kedatangan lailat al qodr, apa yang mesti aku ucapkan"? (HR.
Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Menggapai " Lailat al Qodr" bagi Muslimah
Sebagaimana tersirat dari dialog Rasulullah SAW dengan Aisyah, istri beliau itu, maka
mudah disimpulkan bahwa kaum muslimah-pun disyariatkan dan diperbolehkan
menggapai lailat al qodr . Dengan melakukan maksimalisasi ibadah yang memang
diperbolehkan untuk dilakukan seorang muslimah. VIII. Khotimah Demikian panduan
ringkas ini, mudah-mudahan pada bulan Ramadhan tahun ini Allah memperkenankan
kita meraih " Lailat al qodr", malam yang utama dari 1000 bulan alias 83 tahun itu.
10. PANDUAN ITIKAF RAMADHAN
Di antara rangkaian ibadah-ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang dangat dipelihara
sekaligus diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah SAW adalah itikaf. setiap muslim
dianjurkan (disunnatkan) untuk beritikaf di masjid, terutama pada 10 hari terakhir bulan
Ramadhan. Itikaf merupakan sarana meditasi dan kontemplasi yang sangat efektif bagi
muslim dalam memelihara keislamannya khususnya dalam era globalisasi, materialisasi
dan informasi kontemporer.
Definisi Itikaf
Para ulama mendefinisikan itikaf yaitu berdiam atau tinggal di masjid dengan adab-
adab tertentu, pada masa tertentu dengan niat ibadah dan taqorrub kepada Allah SWT .
Ibnu Hazm berkata: Itikaf adalah berdiam di masjid dengan niat taqorrub kepada Allah
SWT pada waktu tertentu pada siang atau malam hari. (al Muhalla V/179)
Hukum Itikaf
Para ulama telah berijma bahwa itikaf khususnya 10 hari terakhir bulan Ramadhan
merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnatkan oleh Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW sendiri senantiasa beritikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari.
Aisyah, Ibnu Umar dan Anas ra meriwayatkan: "Adalah Rasulullah SAW beritikaf pada
10 hari terakhir bulan Ramadhan" (HR. Bukhori & Muslim). Hal ini dilakukan oleh beliau
hingga wafat, kecuali pada tahun wafatnya beliau beritikaf selama 20 hari. Demikian
halnya para shahabat dan istri beliau senantiasa melaksanakan ibadah yang amat
agung ini. Imam Ahmad berkata: "Sepengetahuan saya tak seorang pun ulama
mengatakan itikaf bukan sunnat".
Fadhilah (keutamaan) Itikaf
Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad: Tahukan anda hadits yang
menunjukkan keutamaan Itikaf? Ahmad menjawab: tidak kecuali hadits lemah. Namun
demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah Itikaf itu sendiri sebagai taqorrub kepada
Allah SWT. Dan cukuplah keuatamaanya bahwa Rasulullah SAW, para shahabat, para
istri Rasulullah SAW dan para ulama salafus sholeh senantiasa melakukan ibadah ini.
Macam-macam Itikaf
Itikaf yang disyariatkan ada dua macam; satu sunnah, dan dua wajib. Itikaf sunnah
yaitu yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk bertaqorrub kepada Allah
SWT seperti itikaf 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dan Itikaf yang wajib yaitu yang
didahului dengan nadzar (janji), seperti: "Kalau Allah SWT menyembuhkan sakitku ini,
maka aku akan beritikaf.
Waktu Itikaf
Untuk itikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinadzarkan , sedangkan
itikaf sunnah tidak ada batasan waktu tertentu. Kapan saja pada malam atau siang hari,
waktunya bisa lama dan juga bisa singkat. Yala bin Umayyah berkata: " Sesungguhnya
aku berdiam satu jam di masjid tak lain hanya untuk itikaf".
Syarat-Syarat Itikaf
Orang yang itikaf harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Muslim.
2. Berakal
3. Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas.
Oleh karena itu itikaf tidak diperbolehkan bagi orang kafir, anak yang belum mumaiyiz
(mampu membedakan), orang junub, wanita haidh dan nifas.
Rukun-Rukun Itikaf
1. Niat (QS. Al Bayyinah: 5), (HR: Bukhori & Muslim tentang niat)
2. Berdiam di masjid (QS. Al Baqoroh: 187)
Disini ada dua pendapat ulama tentang masjid tempat itikaf . Sebagian ulama
membolehkan itikaf disetiap masjid yang dipakai shalat berjamaah lima waktu. Hal
itu dalam rangka menghindari seringnya keluar masjid dan untuk menjaga
pelaksanaan shalat jamaah setiap waktu. Ulama lain mensyaratkan agar itikaf itu
dilaksanakan di masjid yang dipakai buat shalat jumat, sehingga orang yang itikaf
tidak perlu meninggalkan tempat itikafnya menuju masjid lain untuk shalat jumat.
Pendapat ini dikuatkan oleh para ulama Syafiiyah bahwa yang afdhol yaitu itikaf di
masjid jami, karena Rasulullah SAW itikaf di masjid jami. Lebih afdhol di tiga
masjid; masjid al-Haram, masjij Nabawi, dan masjid Aqsho.
Awal danAkhir Itikaf
Khusus itikaf Ramadhan waktunya dimulai sebelum terbenam matahari malam ke 21.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Barangsiapa yang ingin itikaf dengan ku, hendaklah ia beritikaf pada 10 hari terakhir
Ramadhan" (HR. Bukhori).
10 (sepuluh) disini adalah jumlah malam, sedangkan malam pertama dari sepuluh itu
adalah malam ke 21 atau 20. Adapun waktu keluarnya atau berakhirnya, kalau itikaf
dilakukan 10 malam terakhir, yaitu setelah terbenam matahari, hari terakhir bulan
Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab
(disenangi) adalah menuggu sampai shalat ied.
Hal-hal yang Disunnahkan Waktu Itikaf
Disunnahkan agar orang yang itikaf memperbanyak ibadah dan taqorrub kepada Allah
SWT , seperti shalat, membaca al-Quran, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar,
shalawat kepada Nabi SAW, doa dan sebagainya. Termasuk juga didalamnya
pengajian, ceramah, talim, diskusi ilmiah, telaah buku tafsir, hadits, siroh dan
sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah-ibadah
mahdhah. Bahkan sebagian ulama meninggalkan segala aktifitas ilmiah lainnya dan
berkonsentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah.
Hal-hal yang Diperbolehkan bagi Mutakif(Orang yang Beritikaf)
1. Keluar dari tempat itikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah ra. (HR. Riwayat Bukhori Muslim)
2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran
dan bau badan.
3. Keluar dari tempat keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan
kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu
yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah
menyelesaikan keperluanya .
4. Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan
kebersihan masjid.
Hal-hal yang Membatalkan Itikaf
1. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar, karena
meninggalkan salah satu rukun itikaf yaitu berdiam di masjid.
2. Murtad (keluar dari agama Islam) (QS. 39: 65
3. Hilangnya akal, karena gila atau mabuk
4. Haidh
5. Nifas
6. Berjima (bersetubuh dengan istri) (QS. 2: 187). Akan tetapi memegang tanpa
syahwat, tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri- istrinya.
7. Pergi shalat jumat (bagi mereka yang membolehkan itikaf di mushalla yang tidak
dipakai shalat jumat)
Itikaf bagi Muslimah
Itkaf disunnahkan bagi wanita sebagaimana disunnahkan bagi pria. Selain syarat-
syarat yang disebutkan tadi, itikaf bagi kaum wanita harus memenuhi syarat-syarat lain
sbb:
1. Mendapat izin (ridlo) suami atau orang tua. Hal itu disebabkan karena ketinggian
hak suami bagi istri yang wajib ditaati, dan juga dalam rangka menghindari fitnah
yang mungkin terjadi.
2. Agar tempat itikaf wanita memenuhi kriteria syariat.
Kita telah mengetahui bahwa salah satu rukun atau syarat itikaf adalah masjid. Untuk
kaum wanita, ulama sedikit berbeda pendapat tentang masjid yang dapat dipakai
wanita beritikaf. Tetapi yang lebih afdhol- wallahu alam- ialah tempat shalat di
rumahnya. Oleh karena bagi wanita tempat shalat dirumahnya lebih afdhol dari masjid
wilayahnya. Dan masjid di wilayahnya lebih afdhol dari masjid raya. Selain itu lebih
seiring dengan tujuan umum syariat Islamiyah, untuk menghindarkan wanita
semaksimal mungkin dari tempat keramaian kaum pria, seperti tempat ibadah di masjid.
Itulah sebabnya wanita tidak diwajibkan shalat jumat dan shalat jamaah di masjid. Dan
seandainya ke masjid ia harus berada di belakang. Kalau demikian, maka itikaf yang
justru membutuhkan waktu lama di masjid , seperti tidur, makan, minum, dan
sebagainya lebih dipertimbangkan. Ini tidak berarti itikaf bagi wanita tidak diperboleh di
masjid. Wanita bisa saja itikaf di masjid dan bahkan lebih afdhol apabila masjid tersebut
menempel dengan rumahnya, jamaahnya hanya wanita, terdapat tempat buang air dan
kamar mandi khusus dan sebagainya. Wallahu alam.
11. PANDUAN MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH
1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar t.ia berkata: Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah
dari bulan Ramadhan satu sha dari kurma, atau satu sha dari syaiir. atas seorang
hamba, seorang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum
muslilmin. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
2. Diriwayatkan dari Umar bin Nafi dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata ; Rasulullah
telah mewajibkan zakat fithrah satu sha dari kurma atau satu sha dari syaiir atas
seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum
muslimin dan beliau memerintahkan agar di tunaikan / dikeluarkan sebelum manusia
keluar untuk shalat ied. (H.R: Al-Bukhary, Abu Daud dan Nasai)
3. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw telah memfardhukan
zakat fithrah untuk membersihkan orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan dari
perkataan keji dan untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa yang
mengeluarkannya sebelum shalat, maka ia berarti zakat yang di terima dan barang
siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat ied, maka itu berarti shadaqah seperti
shadaqah biasa (bukan zakat fithrah). (H.R: Abu Daud, Ibnu Majah dan
Daaruquthni)
4. Diriwayatkan dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi
saw. bersabda: Tangan di atas (memberi dan menolong) lebih baik daripada tangan
di bawah (meminta-minta), mulailah orang yang menjadi tanggunganmu (keluarga
dll) dan sebaik-baik shadaqah adalah yang di keluarkan dari kelebihan kekayaan
(yang di perlukan oleh keluarga) (H.R: Al-Bukhary dan Ahmad)
5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah sw. memerintahkan untuk
mengeluarkan zakat fithrah unutk anak kecil, orang dewasa, orang merdeka dan
hamba sahaya dari orang yang kamu sediakan makanan mereka (tanggunganmu).
(H.R: Daaruquthni, hadits hasan)
6. Artinya: Diriwayatkan dari Nafi t. berkata: Adalah Ibnu Umar menyerahkan (zakat
fithrah) kepada mereka yang menerimanya (panitia penerima zakat fithrah / amil)
dan mereka (para sahabat) menyerahkan zakat fithrah sehari atau dua hari sebelum
iedil fitri. (H.R.Al-Bukhary)
7. Diriwayatkan dari Nafi: Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Umar menyuruh orang
mengeluarkan zakat fithrah kepada petugas yang kepadanya zakat fithrah di
kumpulkan (amil) dua hari atau tiga hari sebelum hari raya fitri. (H.R: Malik)
Hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa:
1. Wajib bagi tiap kaum muslimin untuk mengeluarkan zakat fithrah untuk dirinya ,
keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa, anak
kecil, laki-laki maupun wanita. (dalil: 1,2 dan 5)
2. Yang wajib mengeluarkan zakat fithrah adalah yang mempunyai kelebihan dari
keperluan untuk dirinya dan keluarganya. (dalil: 4)
3. Sasaran zakat fithrah adalah dibagikan kepada kaum miskin dari kalangan kaum
muslimin. (dalil: 3)
4. Zakat fithrah dikeluarkan dari makanan pokok(di negeri kita adalah beras) sebanyak
lebih kurang 3,1 liter untuk seorang. (dalil: 1 dan 2)
5. Cara menyerahkan zakat fithrah adalah sebagai berikut:
a. Bila diserahkan langsung kepada yang berhak (fakir miskin muslim) waktu
penyerahannya adalah sebelum shalat ied yakni malam hari raya atau setelah
shalat Shubuh sebelum shalat iedul fitri. (dalil: 2 dan 3)
b. Bila diserahkan kepada amil zakat fithrah (orang yang bertugas mengumpulkan
zakat fithrah), boleh diserahkan tiga,dua atau satu hari sebelum hari raya iedul
fitri. (dalil: 6 dan 7)
6. Zakat fithrah disyariatkan untuk membersihkan pelaksanaan shaum Ramadhan dari
perbuatan sia-sia dan perkataan keji di waktu shaum. (dalil: 3
12. PANDUAN SHALAT IEDUL FITHRI DAN IEDUL ADHHA
1. Diriwayatkan dari Abu Said, ia berkata: Adalah Nabi saw. pada hari raya iedul fitri
dan iedul adhha keluar ke mushalla (padang untuk shalat), maka pertama yang
beliau kerjakan adalah shalat, kemudian setelah selesai beliau berdiri menghadap
kepada manusia sedang manusia masih duduk tertib pada shof mereka, lalu beliau
memberi nasihat dan wasiat (khutbah) apabila beliau hendak mengutus tentara atau
ingin memerintahkan sesuatu yang telah beliau putuskan,beliau perintahkan setelah
selesai beliu pergi. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
2. Telah berkata Jaabir ra: Saya menyaksikan shalat ied bersama Nabi saw. beliau
memulai shalat sebelum khutbah tanpa adzan dan tanpa iqamah, setelah selesai
beliau berdiri bertekan atas Bilal, lalu memerintahkan manusia supaya bertaqwa
kepada Allah, mendorong mereka untuk taat, menasihati manusia dan
memperingakan mereka, setelah selesai beliau turun mendatangai shaf wanita dan
selanjutnya beliau memperingatkan mereka. (H.R: Muslim)
3. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Umar mendapati pakaian tebal dari
sutera yang dijual, lalu beliau mengambilnya dan membawa kepada Rasulullah saw.
lalu berkata: Yaa Rasulullah belilah pakaian ini dan berhiaslah dengannya untuk hari
raya dan untuk menerima utusan. Maka beliaupun menjawab: Sesungguhnya
pakaian ini adalah bagian orang-orang yang tidak punya bagian di akherat (yakni
orang kafir). (H.R Bukhary dan Muslim)
4. Diriwayatkan dari Ummu Atiyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. memerintahkan kami
keluar pada iedul fitri dan iedul adhha semua gadis-gadis, wanita-wanita yang
haidh, wanita-wanita yang tinggal dalam kamarnya. Adapun wanita yang sedang
haidh mengasingkan diri dari mushalla tempat shalat ied), mereka meyaksikan
kebaikan dan mendengarkan dawah kaum muslimin (mendengarkan khutbah).
Saya berkata: Yaa Rasulullah bagaimana dengan kami yang tidak mempunyai
jilbab? Beliau bersabda: Supaya saudaranya meminjamkan kepadanya dari
jilbabnya. (H.R: Jamaah)
5. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. ia berkata: Adalah Nabi saw. Tidak berangkat
menuju mushalla kecuali beliau memakan beberapa biji kurma, dan beliau
memakannya dalam jumlah bilangan ganjil. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
6. Diriwayatkan dari Buraidah ra. ia berkata: Adalah Nabi saw keluar untuk shalat iedul
fitri sehingga makan terlebih dahulu dan tidak makan pada shalat iedul adhha
sehingga beliau kembali dari shalat ied. (H.R:Ibnu Majah, At-Tirmidzi dan Ahmad)
7. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Bahwasanya Nabi saw. Keluar untuk
shalat iedul fitri dua rakaat, tidak shalat sunah sebelumnya dan tidak pula
sesudahnya. (H.R: Bukhary dan Muslim)
8. Diriwayatkan dari Jaabir ra. ia berkata: Adalah Nabi saw apabila keluar untuk shalat
ied ke mushalla, beliau menyelisihkan jalan (yakni waktu berangkat melalui satu
jalan dan waktu kembali melalui jalan yang lain (H.R: Bukhary)
9. Diriwayatkan dari Yazid bin Khumair Arrahbiyyi ra. ia berkata: Sesungguhnya
Abdullah bin Busri seorang sahabat nabi saw. Keluar bersama manusia untuk shalat
iedul fitri atau iedul adhha, maka beliau mengingkari keterlambatan imam, lalu
berkata: Sesungguhnya kami dahulu (pada zaman Nabi saw.) pada jam-jam seperti
ini sudah selesai mengerjakan shalat ied. Pada waktu ia berkata demikian adalah
pada shalat dhuha. (H.R: Abu Daud dan Ibnu Majah)
10. Diriwayatkan dari Abi Umair bin Anas, diriwayatkan dari seorang pamannya dari
golongan Anshar, ia berkata: Mereka berkata: Karena tertutup awan maka tidak
terlihat oleh kami hilal syawal, maka pada pagi harinya kami masih tetap shaum,
kemudian datanglah satu kafilah berkendaraan di akhir siang, mereka bersaksi
dihadapan Rasulullah saw.bahwa mereka kemarin melihat hilal. Maka Rasulullah
saw. memerintahkan semua manusia (ummat Islam) agar berbuka pada hari itu dan
keluar menunaikan shalat ied pada hari esoknya. (H.R: Lima kecuali At-Tirmidzi)
11. Diriwayatkan dari Azzuhri, ia berkata: Adalah manusia (para sahabat) bertakbir
pada hari raya ketika mereka keluar dari rumah-rumah mereka menuju tempat
shalat ied sampai mereka tiba di mushalla (tempat shalat ied) dan terus bertakbir
sampai imam datang, apabila imam telah datang, mereka diam dan apabila imam
ber takbir maka merekapun ikut bertakbir. (H.R: Ibnu Abi Syaibah)
12. Diriwayatkan bahwa Ibnu Masud ra. bertakbir pada hari-hari tasyriq dengan lafadz
sbb: (artinya): Allah maha besar, Allah maha besar, tidak ada Illah melainkan Allah
dan Allah maha besar, Allah maha besar dan bagiNya segala puji. (H.R Ibnu Abi
Syaibah dengan sanad shahih)
13. Diriwayatkan dari Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari neneknya, ia berkata:
Sesungguhnya Nabi saw. bertakbir pada shalat ied dua belas kali takbir. dalam
rakaat pertama tujuh kali takbir dan pada rakaat yang kedua lima kali takbir dan
tidak shalat sunnah sebelumnya dan juga sesudahnya. (H.R: Amad dan Ibnu
Majah)
14.Diriwayatkan dari Samuroh, ia berkata: Adalah Nabi saw. Dalam shalat kedua hari
raya beliau membaca: Sabihisma Rabbikal Ala dan hal ataka haditsul ghosiah.
(H.R: Ahmad)
15. Diriwayatkan dari Abu Waqid Allaitsi, ia berkata: Umar bin Khaththab telah
menanyakan kepadaku tentang apa yang dibaca oleh Nabi saw. Waktu shalat ied .
Aku menjawab: beliau membaca surat (Iqtarabatissaah) dan Qaaf walquranul
majid). (H.R: Muslim)
16.Diriwayatkan dari Zaid bin Arqom ra. ia berkata: Nabi saw. Mendirikan shalat ied,
kemudian beliau memberikan ruhkshah / kemudahan dalam menunaikan shalat
jumat, kemudian beliau bersabda: Barang siapa yang mau shalat jumah, maka
kerjakanlah. (H.R: Imam yang lima kecuali At-Tirmidzi)
17.Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi saw. Bersabda pada hari
kamu ini, telah berkumpul dua hari raya (hari jumah dan hari raya), maka barang
siapa yang suka shalat jumah, maka shalatnya diberi pahala sedang kami akan
melaksanakan shalat jumah. (H.R: Abu Daud)
KESIMPULAN
Hadits-hadits tersebut memberi pelajaran kepada kita tentang adab-adab shalat hari
raya sbb:
Pakaian
Pada saat mendirikan shalat kedua hari raya disunnahkan memakai pakaian yang
paling bagus. (dalil: 3)
Makan
a. Sebelum berangkat shalat hari raya fitri disunnahkan makan terlebih dahulu, jika
terdapat beberapa butir kurma , jika tidak ada maka makanan apa saja.
b. Sebaliknya pada hari raya iedul adhha, disunnahkan tidak makan terlebih dahulu
sampai selesai shalat iedul adhha. (dalil: 5 dan 6)
Mendengungkan Takbir
a. Pada hari raya iedul fitri, takbir didengungkan sejak keluar dari rumah menuju ke
tempat shalat dan sesampainya di tempat shalat terus dilanjutkan takbir
didengungkan sampai shalat dimulai. (dalil: 11)
b. Pada hari raya iedul adhha, takbir boleh didengungkan sejak Shubuh hari Arafah (9
Dzul Hijjah) hingga akhir hari tasyriq (13 Dzul Hijjah). (dalil: 12)
Jalan yang Dilalui
Disunnahkan membedakan jalan yang dilalui waktu berangkat shalat hari raya dengan
jalan yang dilalui di waktu pulang dari shalat ied (yakni waktu berangkat melalui satu
jalan, sedang waktu pulang melalui jalan yang lain). (dalil: 8)
Bila Terlambat Mengetahui Tibanya Hari Raya
Apabila datangnya berita tibanya hari raya sudah tengah hari atau petang hari, maka
hari itu diwajibkan berbuka sedang pelaksanaan shalat hari raya dilakukan pada hari
esoknya. dalil: 10)
YangMenghadiri Shalat Ied
Shalat ied disunnahkan untuk dihadiri oleh orang dewasa baik laki-laki maupun wanita,
baik wanita yang suci dari haidh maupun wanita yang sedang haidh dan juga kanak-
kanak baik laki-laki maupun wanita. Wanita yang sedang haidh tidak ikut shalat, tetapi
hadir untuk mendengarkan khutbah ied. (dalil:4)
Tempat Shalat Ied
Shalat ied lebih afdhal (utama) diadakan di mushalla yaitu suatu padang yang di
sediakan untuk shalat ied, kecuali ada uzur hujan maka shalat diadakan di masjid.
Mengadakan shalat ied di masjid padahal tidak ada hujan sementara lapangan
(padang) tersedia, maka ini kurang afdhal karena menyelisihi amalan Rasulullah saw.
yang selalu mengadakan shalat ied di mushalla (padang tempat shalat), kecuali sekali
dua kali beliau mengadakan di masjid karena hujan.(dalil: 1 dan 8)
Cara Shalat Ied
a. Shalat ied dua rakaat, tanpa adzan dan iqamah dan tanpa shalat sunnah
sebelumnya dan sesudahnya. (dalil: 1,2 dan 7)
b. Pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram sebelum membaca Al-Fatihah,
ditambah 7 kali takbir. Sedang pada rakaat yang kedua sebelum membaca Al-
Fatihah dengan takbir lima kali. (dalil 13)
c. Setelah membaca Fatihah pada rakaat pertama di sunnahkan membaca surat
(sabihisma Rabbikal ala / surat ke 87) atau surat iqtarabatissaah / surat ke 54). Dan
setelah membaca alFatihah pada rakaat yang kedua disunnahkan membaca surat
(Hal Ataka Haditsul Ghaasyiyah / surat ke 88) atau membaca surat (Qaaf
walquranul majid / surat ke 50).(dalil: 15)
d. Setelah selesai shalat , imam berdiri menghadap makmum dan berkhutbah memberi
nasihat-nasihat dan wasiat-wasiat, atau perintah-perintah penting.
e. Khutbah hari raya ini boleh diadakan khusus untuk laki-laki kemudian khusus untuk
wanita.
f. Khutbah hari raya ini tidak diselingi duduk .(dalil: 1 dan 2 )
WaktuShalat
Shalat ied diadakan setelah matahari naik, tetapi sebelum masuk waktu shalat dhuha.
(dalil: 9)
Hari raya jatuh pada hari jumah Bila hari raya jatuh pada hari jumah, maka shalat
jumah menjadi sunnah, boleh diadakan dan boleh tidak, tetapi untuk pemuka umat atau
imam masjid jami sebaiknya tetap mengadakan shalat jumat. (dalil: 16 dan 17)
13. SPIRITUALISME DAN MATERIALISME
Puasa Ramadhan hakekatnya adalah melatih dan mengajari naluri (instink) manusia
yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit terkotrol dan terkendali itu adalah naluri
perut yang selalu menuntut untuk makan dan minum dan naluri seks yang selalu
bergelora sehingga manusia kewalahan untuk mengekang dua naluri ini. Dalam sejarah
manusia didapatkan dua falsafah yang dapat menguasai dan mendominasi kebanyakan
manusia, yakni falsafah materialisme yang berorientsi pada materi saja, dan falsafah
spiritualisme yang hanya berorientasi pada rohaniah saja.
Orang-orang yang berorientasi materi - terdiri dari orang-orang atheis, komunis dan
animisme dan berhalaisme - mereka hidup untuk dunianya saja. Mereka melepaskan
kenhendak nalurinya dan tak pernah puas. Bila terpenuhi satu keinginannya, timbul
keinginan baru begitu seterusnya. Sahwat manusia bila sudah terbakar maka akan
mengheret dari sedikit ke yang banyak, dari banyak ke yang terbanyak. Allah
mengecamorang-orang seperti ini:
"Biarkanlah mereka makan, dan bersenang-senang, mereka dilalaikan oleh angan-
angan dan mereka akan mengetahui akibatnya".(QS Al Hijr 3).
Ayat lain:
"Orang-orang kafir mereka bersenang-senang dan makan seperti binatang ternak
makan. Dan neraka adalah tempat tinggalnya".(QS Muhammad 12) Mereka hidup di
dunia ini dalam keadaan kosong. Jiwanya dikuasai nafsunya, m enghalalkan segala
cara, dan dihari kiamat nanti mereka mendapat balasan yang setimpal. "Demikian itu
bersenang-senang di bumi tanpa haq dan mereka sombong".(QS Ghofir 75)
Sementara filsafat spiritualisme yang didasarkan pada kerahiban, berpandangan bahwa
pengabdian kepada Tuhan harus menekan naluri seks mengikis habis pendorong-
pendorongnya dan mematikannya yang juga diatasi dengan mengurangi makan.
Dengan kata lain mereka masuk dalam kancah peperangan melawan jasad
manusiawinya. Filsafat ini dilakukan oleh gereja sejak dahulu kala. Orang-orang Barat
dewasaa ini melepaskan diri dari filsafat gereja, mereka menggunakan waktu dan harta
kekayaannya untuk memenuhi sahwat jasmaninya. Filsafat spiritualismenya telah
lenyap, bahkan gereja-gereja sudah tiada lagi pengunjungnya walaupun pada hari
Minggu. Seandainya masih ada, itu hanya sekelompok minoritas yang hidup di dunia
Islam.
Agama Islam adalah agama yang seimbang. Ia menghormati rohani dan jasmani
sekaligus, ia memperhatikan nilai-nilai ideal manusia, tapi juga menjamin kebutuhan
hidup naluri duniawinya asal dalam ruang keutamaan, ketaatan, kehormatan. Ia
membolehkan manusia makan dengan catatan dalam batas kewajaran dan
kehormatan.
"Makanlah dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebih-lebihan dan
tidak diiringi kesombongan".(HR Bikhari)
Islam mengimbangkan antara ruhani dan jasmani.
"Ya Allah, a ku berlindung kepadamu dari lapar, karena sesungguhnya seburuk- buruk
tidur adalah dalam keadaan lapar. Dan aku berlindung kepadamu dari khianat, karena
itu adalah seburuk-buruk suasana kejiwaan".(HR Abu Daud)
Islam memperhatikan kehidupan dunia dan akherat,
"Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertaqwa: Apa yang Tuhan kalian turunkan?
mereka berkata: Keuntungan bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini dan
akherat lebih baik, dan sebaik tempat bagi orang-orang yang bertaqwa".(QS AN Nahl
Ajaran Islam datang untuk mensucikan manusia, mengangkat darjatnya, ia mensucikan
fisikalnya dengan mandi dan berwudlu, mensucikan jiwanya denga ruku dan sujud.
Islam adalah jasmani dan ruhani, dunia dan akherat dengan falsafah puasa. Islam
menegaskan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan ruhani. Nilai manusia tidak terletak
pada jasadnya, akan tetapi terletak pada ruhani yang menggerakkannya. Kerena ruhani
inilah, Allah memerintahkan pada malaikatnya untuk hormat kepada manusia, karena
ruhani datangnya dari Allah swt. Firman Allah:
"Ingatlah di waktu Tuhanmu berkata kepada para malaiakat: "Aku menciptakan
manusia dari tanah, dan setelah aku sempurnakan aku tiupkan kedalamnya ruh-Ku,
maka hormatlah kalian kepadanya".(QS ShAd 71-72)
Setelah itu manusia ada yang mengenali siapa yang meniupkan ruh kapadanya dan
yang memuliakannya atas seluruh makhluknya. Mereka itu akan bersyukkur kepada
pemberi nikmat, sementara ada manusia-manusia yang melupakan Tuhannya,
melupakan kepada dzat yang meniupkan ruh kepadanya.
Demikian juga halnya kebudayaan. Kebudayaan yang memegang kendali alam
sekarang ini telah melupakan Tuhannya, melalaikan haknya. Dunia ini tidak memiliki
kebudayaan yang mengakui ruhani dan jasmani, berorientasi dunia dan akherat dan
menentukan hak-hak manusia disamping hak-hak Allah -kebudayaan Islam-. Puasa
Ramadhan sebagaimana Rasulullah jelaskan dapat mengangkat derajat pelakunya
menjadi unsur rahmat, kedamaian, ketenangan, kesucian jiwa, aklaq mulia dan perilaku
yang indah ditengah-tengah masyarakat.
"Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia tidakberbicara buruk dan
aib. dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki seseorang maka
berkatalah, Aku berpuasa". (HR. Bukhori).
Dalam bulan Ramadhan terdapat filsafat Islam yang mengaitkan dunia dengan akhirat,
mengaitkan jasmani dan ruhani, mengaitkan bumi dengan langit, mengaitkan manusia
dengan wahyu, dan mengaitkan dunia dengan kitab yang menerangi jalannya dan
menetukantujuannya
14. SEJENAK BERSAMA PEMUDA
Wahai pemuda Islam! Jalanmu penuh rintangan, laut jiwamu dalam tak berhingga.
Puasa bagimu merupakan benteng penahan. Tidak seorang pun yang mampu kecuali
mereka yang perkasa, terpercaya, penuh waspada serta mawas diri, serius, tangkas,
dan rela berkorban. Peliharalah lidahmu, karena tidak ada sesuatu pun yang dapat
membuat manusia tersungkur ke dalam api neraka kecuali karena buah mulut mereka
sendiri. Jangan berghibah, kendalikanlah matamu dari pandangan was-was al-khonnas
Bukankah kamu tahu bahwa Rasul Saw pernah bersabda:
"Siapa yang berpuasa, hendaklah mengendalikan pendengaran dan penglihatannya".
Oleh karena itu, jadikanlah ucapanmu berupa dakwah ilallah, pendengaranmu hanya
untuk mengingat Allah. Dengan begitu di dalam dirimu terhimpunlah kesenangan dunia
dan kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.
Sesungguhnya puasa zhohir ditandai dengan berakhirnya siang, yaitu ketika mulai
tenggelamnya matahari di tempat istirahnya. Shoum kembali ke keadaan semula
dengan rasa gembira tatkala berbuka. Ini dialami semua orang yang shoum. Akan
tetapi puasa orang-orang yang muttaqin yang penuh keikhlasan, tidak berujung. Tidak
berakhir dengan ghurub dan tidak dimulai dengan syuruq. Tidak dapat dihitung dengan
bilangan jam dan tidak pula mempunyai batas waktu.
Engkaulah pengendali yang terpercaya atas dirimu dan atas diri saudara-saudaramu.
Itulah amanah dari ujian itu. Bagaimana seandainya engkau melalaikannya, terlepas
dari ceruk hatimu di tengah-tengah bersliwerannya berbagai godaan dan pemikat-
pemikat? Apakah akan kau biarkan berlalu dan bahkan terlepas dari dirimu? Tidakkah
kau merasa perlu kembali memperhatikan janjimu kepada Allah, yang mendatangkan
pahala begitu besar? Ialah amanah puasa yang sebenar-benarnya.
Wahai pemuda yang amil! Kita berpuasa jika telah melihat bulan. Tetapi sesungguhnya
yang kuinginkan darimu wahai pemuda, lebih dari sekadar itu, sedikit atau banyak di
atas mustawa (level) itu tadi jika memang kamu mampu. Mintalah tolong kepada Maha
Pemberi Kemampuan, yang memberi apa saja kepada orang yang dikehendakiNya.
Aku mengharap agar engkau sebelum melihat bulan, melihat pencipta dari bulan itu.
Sungguh, alangkah tingginya martabat ini, dimana banyak orang yang tak kuasa untuk
meraihnya. Tetapi dengan izin Allahjugalah mereka berhasil melampauinya. Jika
memang engkau telah berazam (bertekad), maka tawakkallah. Engkau, wahai pemuda!
Jika berpuasa karena melihat bulan, memang akan mendapatkan pahala sebagaimana
halnya kebanyakan orang. Akan tetapi, engkau mempersiapkan dirimu dengan shoum
itu untuk beramal (bekerja) fi sabilillah, menyebarkan misi(risalah)Nya, mengemban
dakwah, serta jihad yang begitu malah lagi mulia. Tempatkanlah segala sesuatunya di
jalan Allah, pasti segala kesulitan yang ada akan menjadi ringan, dan agar kau selalu
berada di dalam barisanNya.
Aturlah barisan. Pemuda di samping pemuda, pemudi beriringan dengan pemudi, orang
tua dengan orang tua. Aku menginginkan sekali agar engkau tidak sampai hanya
sekedar melihat bulan, akan tetapi terus dan teruslah melangkah lebih jauh.
Bersihkanlah hati dan sinarilah keyakinanmu itu, agar kau dapat menyaksikan pencipta
dari bulan itu. Inilah rencana dan tujuan, awal dari akhir. KepadaNya jugalah kita
kembalikan segala urusan.
Sesungguhnya berpuasa karena melihat bulan memang betul menurut ibadah. Tetapi
berpuasa dengan hati yang bersinar, ruh yang tenang, dan nurani yang cemerlang
adalah puncak kekuatan ibadah yang dituntut dari dirimu. Yaitu irodah yang apabila
disertai tekad dan ketulusan tujuan, sesaat pun tidak akan pernah menjadi lemah dan
pudar. Tak sedetik pun mundur dari kewajiban-kewajiban yang sulit diukur dengan
bilangan waktu itu. Irodah yang senantiasa beriringan dengan amal untuk menanggung
kesulitan dengan hati yang penuh, bersama melakukan jihad di tengah beragamnya
medan-medan jihad; jihadun-nafs, jihad melawan musuh yang zholim.
Dengan melalui jenjang-jenjang jihad tersebut, dengan tangan bila mampu dan dengan
lisan bila sanggup, berarti dirimu telah berhasil menjaga keutuhan imanmu. Hingga tak
sesuatu pun yang bisa mengikisnya. Adalah sesuatu yang begitu menggembirakan saat
kita berbuka, lapar telah terobati, haus telah pergi. Tetapi ada yang lebih dari sekedar
itu, lebih menyenangkan dan menggembirakan, yaitu bertemunya diri kita dengan Allah
pada hari perhitungan (Yaumul Hisab) kelak. Tidak mungkin dicapai tingkatan ini
kecuali oleh orang-orang yang berpuasa karena Allah dan hanya untuk Allah.
Sungguh, aku tidak berbicara dengan telinga kasatmu, tapi aku bicara dengan hati
sanubarimu. Dengan persamaanmu yang paling dalam agar rela berkorban di jalan
Allah, tanpa mengharap upah dan pamrih. Puasalah, karena Allah menghendakimu
untuk berpuasa, hanya itu. Beban ini sungguh berat bagimu, tanggung jawab ini begitu
besar, dan hambatannya penuh ranjau serta tingkat kesulitannya begitu tinggi. Tidak
akan berhasil dan tidak akan menang terkecuali hatimu telah tergetar untuk hanya
mengharap ridho Allah, serta perasaanmu telah terdorong untuk mendapatkan husnul
khotimah.
Aku menginginkan pengorbanan yang cukup mahal darimu, di mana kemenangan bagi
dienmu tidak akan tercapai tanpa melalui jalan ini. Sungguh, sesungguhnya musuh-
musuh Islam akan dengan segala daya upaya ingin menghancurkan segala yang
berharga yang ada pada dirimu. Dan aku ingin sekali melihat dirimu berada pada posisi
As-Shiddiqie, Syuhada dan Sholihin. Sungguh, apakah ada nilai yang lebih tinggi dari
itu? Allah Yang Maha Pemurah mengetahui betul bahwa puasa itu sulit, tidak mungkin
dapat dilakukan kecuali oleh orang-orang yang jiwanya bersih dari kotoran-kotoran dan
virus.
Karena rahmatNya jugalah Allah memberikan rukhshoh kepada orang yang sakit, orang
yang bepergian dan orang yang haidh agar berbuka. Tetapi dengan syarat untuk
mengqodhonya bila telah memungkinkan. Demikian alternatif daripada dispensasi yang
diberikan Allah, seperti yang tertulis dari firmanNya:"Dan puasa kamu itu lebih baik
untuk kamu, jika kamu mengetahui". Berbukalah kamu dengan rukhshohKU, tidak
mengapa, karena AKU senang. Manfaatkanlah rukhsohKU sebagaimana engkau
melaksanakan azimahKU. Tetapi yang Kuinginkan darimu itu adalah yang lebih baik,
lebih utama, lebih mulia dan lebih bermanfaat bagi kamu. Yaitu berpuasa, walaupun
syarat-syarat rukhsoh itu telah terpenuhi, terkecuali orang yang haidh, tanpa ada
penyakit yang menimbulkan bahaya.
Diprioritaskannya ibadah puasa karena itu lebih baik bagi kita. Di mana letaknya
kelebihan-kelebihannya itu? Hanya Allahlah yang tahu, ketika Dia mengakhiri ayat
tersebut dengan firmanNya: "Jika kamu mengetahuinya".
Yang jelas dan pasti, kita mengakui bahwa yang terbaik itu adalah apa-apa yang
dipilihkan Allah untuk kita. Karena hanya Dialah Yang Maha Mengetahui. Tidak ada
satu pun yang dapat menyamai dan menyaingiNya. Maka untuk dirimu, pilihlah yang
terbaik dan terindah, karena Allah tidak menjadikan kesulitan bagi kita di dalam
beribadah kepadaNya. Kewajiban-kewajiban itu dibebankan sesuai dengan
kemampuan yang ada pada diri masing-masing. Nah, di sinilah medan uji coba itu.
Di depan kita terbentang beberapa tingkatan-tingkatan kemuliaan beserta rangking-
rangking penghargaanNya. Silahkan kita akan memilih yang mana, dan dimana kita
mau menempatkan diri. Nun di sana ada Syurga Naim, siapa saja yang memasukinya
pasti merasa aman dan nyaman. Ada pula Al-Firdaus, Al-Ala. Dan ada pula syurga
yang tak mungkin dapat dilukiskan oleh hanya sekedar pena. Kita saat ini hanya bisa
menyebutkan nama-namanya saja, tidak lebih. Ada pun hakekat dari nama-nama yang
begitu indah itu masih ada di dalam impian dan harapan. Sejenak saja, aku ingin selalu
bersamamu wahai pemuda, di dunia ini banyak sekali hiasan pemikat yang berkaitan
dengan tuntutan hidup. Tuntutan mencari popularitas, jabatan, harta dan kesenangan
duniawi yang begitu semu dan melenakan. Maka dengan puasa, kuharapkan dirimu
mampu untuk menahan semua pemikat-pemikat semu itu. Kembali bersama-sama
menegakkan Islam.
Semoga Artikel ini dapat bermanfaat !
0 komentar:
Posting Komentar